# | Judul | Tahun | Pelaksana | Abstrak | Kategori | |
---|---|---|---|---|---|---|
341 | Pembuatan insole penyerap bau (odor Destryoying insole) untuk sepatu olah raga dan tinjauan Tekno Ekonomi | 2005 | Ir. Herminiwati, MP Dra. Murwati Dra. Sri Brataningsih Puji Lestari Supriyadi | Penelitian ini bertujuan untuk membuat insole penyerap bau (odor destroying insole) untuk sepatu olah raga. Pada sepatu olah raga insole penyerap bau juga berfungsi sebagai tatakan. Insole dibuat berdasar formulasi karet sponge dengan filter zeolit maupun karbon aktif yang juga berfungsi sebagai bahan penyerap bau. Kadar zeolit dan karbon aktif masing-masing 25,50 dan 75 phr, sedangkan kadar bahan pengembang berturut-turut 5,10, dan 15 phr. Vulkanisasi dilakukan pada suhu 1400C selama 10 menit. Insole penyerap bau dapat terdiri dari tatakan dan lembaran penyerap bau yang ditempelkan. Lembaran penyerap bau dibuat dengan variasi perbandingan selulose dan karbon aktif 20/80, 30/70, 40/60, 50/50, 60/40, 70/30 dan 80/20. Selulose yang dipakai terdiri dari kertas koran 30%, kertas semen 10%, dan kapas 10%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi insole zelit terbaik terdiri dari zeolit 50 phr dan blowin agent 5 phr, denan sifat sebagai berikut : tegangan putus 2,081 N/mm2, perpanjangan putus 521%, ketahanan sobek 1,029 N/mm2, bobot jenis 0,717 g/cm3, pampat tetap 36,38% dan daya serap bau 93,47%. Insole karbon aktif terbaik terdiri dari karbon aktif 75 phr dan blowing agent 10 phr dengan sifat sebagai berikut : tegangan putus 1,35 N/mm2, pepanjangan putus 400%, ketahanan sobek 0,709 N/mm2, bobot jenis 0,597 g/cm3, pampat tetap 29,66 dan daya serap bau 95,41%. Formulasi lembaran penyerap bau terbaik terdiri dari selulose 50 bagian dan karbon aktif 50 bagian mempunyai sufat sebagai berikut : lentur, tidak retak pada uji ketahanan bengkuk dan mempunyai daya serap bau 100%. | Desain | |
342 | Pembuatan karkas ban kendaraan bermotor dari cashew nut shell liquid ( CNSL ) | 2005 | Ir. Dwi Wahini Nurhajati, M. Eng Pramono, B.Sc. M. Sri Wahyuni, B.Sc. Sismaryanto, B.Sc | Telah dilakukan penelitian pembuatan karkas ban kendaraan bermotor dari cashew nut shell liquid ( CNSL ). Tujuan penelitian ini mencari formulasi kompon CNSL yang cocok digunakan membuat karkas ban kendaraan bermotor. Resin CNSL formaldehid dibuat dari resin CNSL 100 bagian formalin 37% sebanyak 5 bagian, dan NH4OH sebanyak 2 bagian yang direaksikan selama 60 menit pada suhu 150o C. Pada penelitian ini resin CNSL-formuladehid berfungsi sebagai substitusi karet SBR. Kompon karkas ban dibuat denan perbandingan jmlah karet SBR dengan resin CNSL- formaldehid berturut-turut ; 50/10, 40/10, 30/20, 10/40 dan 50/0 dan jumlah karet alam dibuat tetap 50 phr. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada pembuatan kompon karkas ban resin CNSL-formaldehid dapat mensubstitusi karet SBR sampai 20% semakin banyak resin CNSL-formaldehid yang ditambahkan akan menurunkan sifat tegangan putus, perpanjangan putus, modulus 300% dan ketahanan kikis, namun menaikkan sifat ketahanan sobek, kekerasan dan berat jenis. Formula kompon karkas terbaik diberikan oleh kompon F2 yaitu kompon yang berisi karet alam 50 phr, karet SBR/resin CNSL-formaldehid 40/10 dengan sifat fisis sbb tegangan putus = 139,454 kg/cm2, perpanjangan putus = 710,97%, modulus 300% = 37,158 kg/cm2, kekerasan = 62 Shore A, berat jenis = 1,124 g/cm3, mooney viscosity = 31,7 lb-in, dan daya rekat = 423,477 N/inch. Kompon karkas F2 mempunyai sifat fisis yang lebih baik dibanding dengan kompon karkas pabrik namun mempunyai laju vulkanisasi lebih lama. | Alas Kaki | |
343 | Pengembangan pemantauan sisa fleshing untuk industri | 2005 | Sri Sutyasmi, B.Sc, ST Ir. Puji Ediari S.Herryanto, B.Sc Sri iasih, B.Sc | Abstrak:Sisa Fleshing merupakan limbah pada kulit yang volumenya sangat besar dan mudah membusuk, namun masih banyak mengandung protein dan lemak. Dari penelitian yang lalu sudah diteliti mengenai Pemanfaatan sisa fleshing untuk pakan ternak dan lemaknya untuk sabun. Saat ini penelitian dikembangkan untuk industri lain khususnya industri penyamakan kulit yang mana lemaknya digunakan untuk fat liquoring (peminyakan) dan fleshingnya dimanfaatkan untuk kompos. Lemak yang digunakan untuk fat liquoring disulfonasi terlebih dahulu dengan penambahan asam sulfat sebesar 25%, kemudian dicuci dengan air garam 10% (3 kali pencucian)dan dinetralkan dengan NaOH 1 N. Minyak sulfonasi mempunyai kadar lemak 30?40 % dan digunakan untuk fat liquoring (peminyakan) kulit dengan variasi 4 % dan 6%. Kontrol menggunakan minyak sintetis sebesar 5%. Kulit yang digunakan untuk penelitian ini adalah kulit kambing mentah yang dijadikan kulit glace. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variasi memenuhi SNI 06 ? 3536 ? 1994, Mutu dan Cara Uji Kulit Crast Domba/kambing. Sedangkan sisa fleshing yang tersisa dimanfaatkan untuk kompos. Pembuatan kompos menggunakan resep 85%,60%,45% dan 30% sisa fleshing, yang ditambah dengan 13,8% sekam padi, 0,2% bekatul, 1% kapur, 50ml/kg ( campuran kompos ) P.Bio. Sedangkan tanah yang digunakan unutuk kompos ini adalah sebesar prosentase sisanya. Yaitu 0%, 15%,30% dan 45%. Hasil uji kompos memenuhi persyaratan yaitu mempunyai C/N ratio yang mendekati tanah. Hasil perhitungan ekonomi harga pokok minyak sulfonasi flesing adalah Rp.3.200,-/kg dan harga minyak sintetis di pasaran adalah Rp.30.000,-/kg. Sedangkan harga pokok kompos hasil perhitungan ekonomi adalah Rp.275,- dan harga kompos dipasarkan adalah Rp. 600,-/kg. | Standar | |
344 | Pengembangan pemantauan enzim kulit untuk penyamakan kulit | 2005 | Drs. Ign. Sunaryo Kasmin Neinggolan, B.Sc,Sutarti Rahayu, B.Sc.Widodo, B.Sc., S.Sos | Kegiatan Pengembangan Pemanfaatan Enzim untuk Penyamakan kulit ini merupakan kelanjutan dari kegiatan serupa yang pernah dilaksanakan. Adapun maksud dari kegiatan ini ialah untuk mencari peluang baru pemanfaatan enzim, (khususnya Enzim A) di Industri Penyamaakan kulit; mengetahui pengaruh enzim terhadap struktur jaringan dan kwalitas kulit, serta mensosialisasikan proses bioteknologi kepada industri penyamakan kulit. Di samping itu digunakan juga Enzim B sebagai produk baru yang juga diproduksi di dalam negeri . Sedangkan enzim C yang merupakan produk import, diuji untuk sekedar sebagai pembanding dari segi kwalitas aktifitas enzimnya. Hal ini perlu dilaksanakan untuk mencapai suatu sasaran yakni terwujudnya industri penyamaakan kulit yang berwawasan lingkungan. Lingkup kegiatan ini meliputi studi pustaka untuk memperkuat teori; percobaan-percobaan proses secara enzimatis skala laboratorium untuk membekali pengetahuan serta pengalaman sebagai pra personil, pengujian?pengujian laboratories untuk mengetahui kualitas enzim, kulit, serta air limbah. Hasil uji kondisi optimal enzim menunjukkan bahwa Enzim C mempunyai nilai aktivitas paling tinggi, dengan kisaran pH 6?9, suhu 30o ? 45oC. Sedangkan Enzim A mempunyai aktivitas paling rendah. Rendahnya nilai enzim produk dalam negeri ini menyebabkan Tim mengalami kesulitan untuk mengembangkan pemanfaatannya di industri penyamakan kulit. Hasil pengujian kulit setelah diproses menunjukkan bahwa berdasarkan parameter kekuatan tarik dan kemuluran, ternyata semua kulit bisa memenuhi persyaratan SNI. Hasil uji air limbah membuktikan bahwa proses secara enzimatis dapat menekan beban pencemaran yang jauh lebih besar dibanding proses biasa dengan natrium sulfida. Bekal pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama kegiatan di laboratorium, digunakan sebagai dasar untuk aplikasi proses secara enzimatis di industri. Ada empat industri yang bersedia untuk melakukan uji coba, yakni PT Budi Makmurjayamurni di Yogyakarta, PT. Rajawali Nusindo di Jawa Timur, PD. Sumber Kulit di Magetan dan PT. Lembah Tidar di Magelang. Pada umumnya industri menyatakan bahwa pemakaian enzim untuk proses penyamakan mempunyai manfaat yang besar dalam menjaga pelestarian lingkngan. | Kulit | |
345 | Pemanfaatan kulit ikan pari untuk lapis furniture | 2005 | Ir. Widari Bambang Suroto, B.Sc Abuchori, B.Sc Agustin Suraswati, BE | Penelitian pemanfaatan kulit ikan pari untuk lapis furniture merupakan kegiatan Kelompok Kerja 6301 B, dengan tujuan memperoleh teknologi yang tepat dan sesuai untuk persiapan furniture menggunakan kulit ikan pari. Dan sasarannya adalah furniture yang dilapisi kulit ikan pari. Pada proses penyamakan menggunakan kulit ikan pari awet garam sedangkan furniture yang digunakan adalah meja samping dan kursi. Pada pengujian kelekatan antara kulit ikan pari dan kayu menggunakan tiga jenis lem yaitu lem A, E, dan F. Kulit lekat lem tertinggi diperoleh dari penggunaan E sebesar 3,951 Kg/Cm dan terendah adalah lem A 1.887/Kg/Cm. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dengan teknologi yang tepat dan sesuai, kulit ikan pari dapat dimanfaatkan sebagai lapis furniture. | Kulit | |
346 | Judul Belum ada | 2005 | Ir. Emiliana Kasmujiastuti, Widhiati, B.Sc Bambang Wiradono, B.Sc, Sofia Budi Cahyani | Zat Warna Alam Indigo merupakan zat warna yang berwarna biru yang dihasilkan dari fermentasi daun dan ranting dari tanaman indigofera dalam bentuk pasta. Dahulu pernah populer penggunaannya terutama dalam industri tekstil dan konon pernah pula digunakan untuk pewarnaan kulit terutama untuk kulit berbulu tersamak (fur). Dalam upaya penerapan teknologi bersih dengan menggunakan bahan pewarna untuk kulit yang ramah lingkungan maka dicoba diaplikasikan ke Kulit kelinci berbulu tersamak dan kulit bludru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimun zat warna alam indigo pada proses penyamakan kulit bludru ( kulit kambing ) dan kulit kelinci tersamak. Dilakukan dalam tiga tahap yaitu : I. Tahap pra penelitian untuk mendapatkan konsentrasi optimun zat warna alam indigo pada proses pewarnaan kulit bludru ( kulit kambing ) dan kulit kelinci berbulu tersamak; 2. Tahap penelitian, untuk menerapkan hasil pra penelitian dengan menggunakan konsentrasi yang optimun dan sebagai pembanding digunakan zat warna sintetis; 3. Tahap penerapan hasil penelitian menjadi produk jadi berupa rompi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi optimun pada pewarnaan kulit bludru yaitu pada perlakuan S93 ( konsentrasi 9% pada dyeing dan 1,5% pada topping ) dan kulit kelinci berbulu tersamak pada pelakuan F 92 ( konsentrasi 9 % pada dyeing dan 1% pada topping ). Zat warna alam indigo dapat digunakan untuk pewarnaan kulit, tidak hanya untuk kulit kelinci berbulu tersamak tetapi juga untuk kulit bludru. Dalam aplikasinya ke kulit bludru memberikan hasil yang lebih baik dibanding aplikasinya ke kulit kelinci berbulu tersamak. Yaitu pada uji kerataan warna, ketahanan gosok cat ( kering dan basa ) dan ketahanan terhadap sinar matahari (7 jam). Jika dibandingkan dengan zat warna sintetis, maka penggunaan zat warna alam indigo memberikan keunggulan dalam sifat ketahanan terhadap keringat ( nilai 5 = baik sekali ) | Karet |