# | Judul | Tahun | Pelaksana | Abstrak | Kategori | |
---|---|---|---|---|---|---|
301 | Pemanfaatan Debu Buffing Dan Shaving Sebagai Bahan Pembuatan Kertas Dan Kukit Imitasi | 2001 | Sri Sutyasmi BSc.ST Dra. Murwati Sofyan Karani, B.Sc. ST Drs. Suprapto | Debu buffing dan sisa shaving merupakan limbah padat kulit yang sulit terdekomposisi dan merupakan masalah yang besar di industri penyamakan kulit. Selama ini limbah tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal dan hanya dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Penelitian ini mencoba untuk memanfaatkan debu buffing dan shaving sebagai bahan baku kertas dan sebagai filler untuk kulit imitasi. Untuk pembuatan kertas karton digunakan sisa shaving dengan variasi sebesar 0%, 20%, 40%, 60% dan 80%. Semua variasi pembuatan kertas karton dalam penelitian ini secara fisik kelihatan baik, namun hasil uji secara laboratories terlihat bahwa semakin besar penambahan sisa shaving, kualitas kertas karton semakin menurun. Untuk kertas seni sisa shaving hanya digunakan untuk pembuatan motif, dan hasilnya menunjukkan bahwa kertas seni yang diproses mempunyai kualitas lebih baik dibanding dengan yang tidak dipress. Untuk kulit imitasi, debu buffing dengan variasi 0; 2,5; 5 ; 7,5 ; dan 10 bagian, dimanfaatkan untuk filler sebagai pengganti CaCO3 aktif. Dari hasil uji laboratorium terlihat bahwa kualitas terbaik pada penambahan 10 bagian buffing. | Standar | |
302 | Penelitian Pemanfaatan Lemak Fleshing Untuk Sabun | 2002 | Sri Sutyasmi, B.Sc, S.T Drs. Ign, Sunaryo Ir. Widari | Penelitian pembuatan sabun dengan menggunakan lemak dari limbah fleshing dari industri penyamakan kulit ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah fleshing : membantu mengatasi masalah pencemaran lingkungan serta mencari alternatif lain sebagai bahan dasar sabun. Adapun sasaran yang ingin dicapai ialah teratasinya masalah pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah fleshing. Limbah fleshing yang diambil dari salah satu industri penyamakan kulit di Yogyakarta, diambil lemaknya dengan tiga cara yakni dengan cara steam, rebus, dan kukus. Ternyata dengan cara steam dapat diperoleh lemak yang terbanyak dibanding cara rebus maupun kukus. Lemak yang diperoleh tersebut mempunyai angka penyabunan cukup tinggi yakni rata-rata 200,95%, angka asam kecil rata-rata 1,72, angka asam lemak bebas kecil 0,86, dan lemak tak tersabunkan juga kecil 1,44. Penelitian pembuatan sabun dilakukan dengan menggunakan lemak untuk pembuatan sabun mandi dan sabun cuci. Variasi yang dibuat untuk setiap jenis sabun ialah variasi penggunaan lemak dan NaOH. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa lemak dari limbah fleshing dapat digunakan untuk pembuatan sabun. Dengan demikian dapat mengatasi masalah pencemaran lingkungan seperti timbulnya bau busuk, pemandangan tak sedap, dll. Baik sabun mandi maupun sabun cuci hasil penelitian, hampir semuanya dapat memenuhi SNI, kecuali alkali bebas (untuk sabun mandi) dan lemak tak tersabunkan (untuk sabun cuci). Kwalitas sabun hasil penelitian tidak jauh berbeda dengan kwalitas sabun yang dibeli di pasar. Berdasarkan atas hasil penelitian tersebut kiranya bisa disarankan agar limbah fleshing dimanfaatkan seoptimal mungkin, sehingga penelitian ini bisa dikembangkan lebih lanjut untuk menghasilkan produk-produk lain. | Standar | |
303 | Pemanfaatan Krom Hasil Hidrolisa Krom Shaving Dengan Alkali Untuk Penyamakan Kulit | 2010 | Sri Sutyasmi, B Sc, ST Dra Supraptiningsih, MSi Joko Susila, B.Sc, ST Agustin Suraswati BE | Limbah padat pada kulit khususnya limbah shaving di industri penyamakan kulit sangat bermasalah, sulit ditangani. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk penanganan limbah shaving ini, namun belum semua termanfaatkan. Penelitian mengenai hidrolisa krom shaving yang menggunakan alkali, asam maupun enzim telah dilakukan di tahun 2008, sedangkan pemanfaatan hidolisa krom shaving belum dimanfaatkan. Untuk itu tahun 2010 memanfaatkan krom hasil hidrolisa dengan alkali untuk penyamakan kulit. Alkali yang digunakan untuk hidrolisa krom shaving ini adalah NaOH, dengan variasi 1%, 2% dan 3% dalam air 10 Liter dan limbah shaving 30 kg serta waktu hidrolisa 1 jam, suhu 100 oC. Hasil Hidrolisa Kemudian dipisahkan antara krom dan protein kolagen yang ada dalam limbah shaving dengan cara penyaringan. Lumpur krom yang tersisa di saringan selanjutnya di recovery dengan menggunakan asam sulfat pekat sampai larut, kemudian di uji kadar Cr2O3 hasilnya 11 mg/l. Selanjutnya larutan krom sulfat digunakan untuk menyamak kulit dengan variasi 0, 30, 40, 50, 60, 70 dan 100 % dan kadar Krom (Cr2O3) yang digunakan untuk menyamak kulit glace jumlahnya 8%. Hasil analisa kulit glace baik yang menggunakan krom olahan maupun krom asli (Chromosal B) memenuhi SNI -250-1989 kecuali kemuluran dan kadar abu. Pemakaian krom olahan ini dapat menghemat krom sebesar 144 kg/tahun atau Rp. 5.760.000,-. | Limbah | |
304 | Pemanfaatan Krom Hasil Hidrolisa Krom Shaving Dengan Alkali Untuk Penyamakan Kulit | 2010 | Sri Sutyasmi, B Sc, ST,Dra Supraptiningsih, MSi, Joko Susila, B.Sc, ST, Agustin Suraswati BE | Limbah padat pada kulit khususnya limbah shaving di industri penyamakan kulit sangat bermasalah, sulit ditangani. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk penanganan limbah shaving ini, namun belum semua termanfaatkan. Penelitian mengenai hidrolisa krom shaving yang menggunakan alkali, asam maupun enzim telah dilakukan di tahun 2008, sedangkan pemanfaatan hidolisa krom shaving belum dimanfaatkan. Untuk itu tahun 2010 memanfaatkan krom hasil hidrolisa dengan alkali untuk penyamakan kulit. Alkali yang digunakan untuk hidrolisa krom shaving ini adalah NaOH, dengan variasi 1%, 2% dan 3% dalam air 10 Liter dan limbah shaving 30 kg serta waktu hidrolisa 1 jam, suhu 100 oC. Hasil Hidrolisa Kemudian dipisahkan antara krom dan protein kolagen yang ada dalam limbah shaving dengan cara penyaringan. Lumpur krom yang tersisa di saringan selanjutnya di recovery dengan menggunakan asam sulfat pekat sampai larut, kemudian di uji kadarCr2O3 hasilnya 11 mg/l. Selanjutnmya larutan krom sulfat digunakan untuk menyamak kulit dengan variasi 0, 30, 40, 50, 60, 70 dan 100 % dan kadar Krom (Cr2O3) yang digunakan untuk menyamak kulit glace jumlahnya 8%. Hasil analisa kulit glace baik yang menggunakan krom olahan maupun krom asli (Chromosal B) memenuhi SNI -250-1989 kecuali kemuluran dan kadar abu. Pemakaian krom olahan ini dapat menghemat krom sebesar 144 kg/tahun atau Rp. 5.760.000,-. | Kulit | |
305 | Pemanfaatan kulit sisa fleshing sebagai salah satu penyusun ransum makan temak. | 2000 | Sri sutyasmi, B.Sc, St Ir. Suramto Joko Susila, B.Sc Tc. Bambang supriyono Agusti S, Bsc Sri wa | Pemanfaatan kulit sisa fleshing sebagai salah satu penyusun ransum makan temak. Limbah padat industri penyamakan kulit yang berupa sisa fleshing mempunyai volume yang cukup besar, yaitu antara 70 - 230 kg per ton kulit mentah yang diproses. Limbah sebesar ini bisa dimanfaatkan untuk salah satu penyusun ransum pakan ternak sebagai pengganti tepung ikan. Ada dua perlakuan untuk proses pembuatan tepung fleshing, yaitu tanpa auto claf dan dengan menggunakan autoclaf. Tanpa autoclaf daya cernanya rendah 7,5 %, lemaknya tinggi 33 %, sedangkan dengan menggunakan autoclaf daya cernanya bertambah menjadi 71,45 % dan lemaknya turun menjadi kurang dari 10 %. Ini bermanfaat untuk penyusunan ransum pakan ternak karena lemak yang tinggi akan mengganggu penyerapan makanan ke dalam tubuh ternak. Ada 3 formula penyusunan . ransum yaitu : untuk ayam pedaging, ayam petelur dan ikan Iele. Setiap ternak dibuat 3 perlakuan ransum dan 3 kali ulangan yang masing-masing 3 ekor dengan 1 kontrol yang berisi 3 ekor. Cara menyusun ransum dengan metoda MPS (Metoda Pendugaan Sederhana) dimana setiap orang (peternak) bisa melakukannya. Uji coba ke ternaknya menggunakan tepung fleshing 50 % - 75 % dan 100 % untuk substansi tepung ikan. Hasil uji coba untuk semua ternak menurut analisa statistik tidak ada beda nyata untuk semua perlakuan kecuali untuk pakan ikan lele yang sisa fleshingnya diolah menggunakan autoclaf. Harga tepung fleshing lebih murah Rp. 2.500,- dari pada harga tepung ikan per kilogramnya. | Standar | |
306 | Aplikasi Teknologi C-RFP untuk Penyamakan Kulit Lemas sebagai upaya Penanggulangan Limbah Krom Industri Penyamakan | 2015 | Sri Sutyasmi, B.Sc, ST Ir. Titik Purwati Widowati, MP Heru Budi Susanto, SE.,MT Noor Maryam Setyadewi, ST., MT | <div align="justify">Kulit lemas seperti kulit jaket umumnya masih menggunakan bahan penyamak krom. Keuntungan bahan penyamak krom antara lain adalah menghasilkan kulit lemas (seperti kulit garmen, jaket) yang mempunyai ketahanan fisik yang kuat dan waktu prosesnya relatif cepat. Disisi yang lain bahan penyamak krom mempunyai kelemahan terutama pada limbah yang dikeluarkan mengandung B3. Untuk itu perlu dilakukan penelitian pembuatan kulit lemas dengan samak nabati menggunakan sistem C-FRP. Penyamakan menggunakan sistem C-FRP ini jauh lebih cepat yaitu hanya 4 Jam, sedangkan cara konvensional adalah 18 –20 jam. Kulit pickle dikondisioning dengan Sootan TSN selanjutnya disamak tanpa air dengan bahan penyamak nabati (mimosa, quebracho dll). Hasil penyamakan yang dilakukan dengan bahan penyamak nabati sistem C-RFP menghasilkan kulit jadi yang tidak gembos/lemas dan dapat digunakan sebagai kulit jaket yang elastis dan mempunyai kekuatan sobek yang memadai. Hasil uji fisis kulit hasil penyamakan dengan sistem C-RFP masing-masing mempunyai tebal yang relatif sama antara (0,6 –0,7) mm, dengan mempunyai kekuatan tarik dan kemuluran memenuhi persyaratan SNI 4593:2011 - Kulit jaket domba/kambing, demikian juga untuk uji ketahanan gosok basah maupun keringnya, juga uji tembus uji uap air. Hasil uji SEM dari semua variasi terlihat bahwa semua kulit hasil penelitian terlihat jaringan kulit padat dan kompak. </div> | Kulit | |
307 | Pengembangan pemantauan sisa fleshing untuk industri | 2005 | Sri Sutyasmi, B.Sc, ST Ir. Puji Ediari S.Herryanto, B.Sc Sri iasih, B.Sc | Abstrak:Sisa Fleshing merupakan limbah pada kulit yang volumenya sangat besar dan mudah membusuk, namun masih banyak mengandung protein dan lemak. Dari penelitian yang lalu sudah diteliti mengenai Pemanfaatan sisa fleshing untuk pakan ternak dan lemaknya untuk sabun. Saat ini penelitian dikembangkan untuk industri lain khususnya industri penyamakan kulit yang mana lemaknya digunakan untuk fat liquoring (peminyakan) dan fleshingnya dimanfaatkan untuk kompos. Lemak yang digunakan untuk fat liquoring disulfonasi terlebih dahulu dengan penambahan asam sulfat sebesar 25%, kemudian dicuci dengan air garam 10% (3 kali pencucian)dan dinetralkan dengan NaOH 1 N. Minyak sulfonasi mempunyai kadar lemak 30?40 % dan digunakan untuk fat liquoring (peminyakan) kulit dengan variasi 4 % dan 6%. Kontrol menggunakan minyak sintetis sebesar 5%. Kulit yang digunakan untuk penelitian ini adalah kulit kambing mentah yang dijadikan kulit glace. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variasi memenuhi SNI 06 ? 3536 ? 1994, Mutu dan Cara Uji Kulit Crast Domba/kambing. Sedangkan sisa fleshing yang tersisa dimanfaatkan untuk kompos. Pembuatan kompos menggunakan resep 85%,60%,45% dan 30% sisa fleshing, yang ditambah dengan 13,8% sekam padi, 0,2% bekatul, 1% kapur, 50ml/kg ( campuran kompos ) P.Bio. Sedangkan tanah yang digunakan unutuk kompos ini adalah sebesar prosentase sisanya. Yaitu 0%, 15%,30% dan 45%. Hasil uji kompos memenuhi persyaratan yaitu mempunyai C/N ratio yang mendekati tanah. Hasil perhitungan ekonomi harga pokok minyak sulfonasi flesing adalah Rp.3.200,-/kg dan harga minyak sintetis di pasaran adalah Rp.30.000,-/kg. Sedangkan harga pokok kompos hasil perhitungan ekonomi adalah Rp.275,- dan harga kompos dipasarkan adalah Rp. 600,-/kg. | Standar | |
308 | LAPORAN RECOVERY CHROMIUM DAN COLLAGEN PROTEIN DARI LIMBAH CHROME SHAVING INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT | 2008 | Sri Sutyasmi, B.Sc, ST, Drs. Ign. Sunaryo, Ir. Puji Ediari Suryaningsih,Y. Edi Dahono, ST | Limbah pada berupa serutan kulit samak krom (chrome shavings) hingga sekarang belum dimanfaatkan secara optimal dan hanya sebagian kecil yang digunakan sebagai bahan campuran pembuatan eternit dan leather board dan sisanya dalam volume yang besar dibuang ditempat pembuangan akhir/landfill. Hidrolisa yang mendalam terhadap protein kolagen atau polipeptida dapat digunakan sebagai bahan pembuatan kosmetik. Serutan kulit yang mengandung krom setelah dihidrolisa, dapat digunakan untuk pembuatan makanan ternak karena standard kandungan krom jauh lebih rendah dibanding untuk bahan makanan. Metode yang dapat digunakan untuk mengisolasi/memisahkan protein kolagen dari limbah kulit, misalnya metode thermohidrolisis, hidrolisis dengan asam, hidrolisis dengan alkali, dan hidrolisis dengan ensim. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan cara hidrolisa yang efisien untuk memisahkan krom dan protein kolagen dalam serutan samak krom. Serutan kulit samak krom (chrome shavings) ditimbang sebanyak 50 gram, kemudian dicuci, dan ditambah dengan alkali (NaOH) atau ditambah dengan asam (H2SO4) pekat dengan variasi 2,5%; 3,5%; 4,5% dan 5,5% dan penambahan aquadest sebesar 600%. Selanjutnya dipanaskan dengan variasi suhu 80 0C, 90 0C, 100 0C dengan lama pemanasan juga divariasi dari 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Hasil hidrolisa dipisahkan antara protein kolagen dan kromnya dengan cara disaring. Protein kolagen dengan ensim dilakukan dengan proses hidrolisa dengan alkali dan ensim secara terusan (1 langkah) dengan proses sebagai berikut : limbah serutan kulit, ditimbang, dicuci, dihidrolisa dengan ensim dan alkali sebagai berikut : aquadest 800%, suhu hidrolisa 90 – 95 0C, waktu hidrolisa 2-3 jam, alkali (MgO) = 4-6%, kemudian suhu diturunkan hingga 40-45 0C, selanjutnya ditambahkan ensim (pepsin) 0,2-0,5% dengan waktu hidrolisa 1-2 jam. Kemudian disaring, dipekatkan dan dipuderkan. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari ketiga cara hidrolisa untuk mengambil kembali krom dan protein kolagen yang praktis dan sederhana ialah dengan menggunakan NaOH 4,5%, suhu 80 0C, waktu 1 jam, yang dapat menghasilkan krom 5,08% dari berat serutan kulit (shavings) dan protein 6,64%. Mengingat pentingnya arti penelitian ini bagi penyelesaian masalah di industri, maka disarankan agar penelitian ini bisa dilanjutkan sampai ke perancangan alat untuk hidrolisa agar bisa diterapkan di industri. Disamping itu krom dan protein hasil pengambilan kembali (recovery) dari serutan kulit (shavings) industri penyamakan kulit sebaiknya dicoba untuk dimanfaatkan. | Kulit | |
309 | LAPORAN PENGELOLAAN LUMPUR DENGAN SANITARY LAND FILL | 2006 | Sri Sutyasmi, B.Sc, ST., Drs. Ign. Sunaryo, Sri Waskito, B.Sc, SE., Dra. Supraptiningsih, M.Si | Pengolahan air limbah industri penyamakan kulit menghasilkan Lumpur yang dianggap mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (83), sehingga penanganan/pembuangannya harus sesuai dengan Peraturan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (83). Sanitary land fill adalah salah satu pengelolaan limbah 83 sehingga Lumpur Industri Penyamakan Kulit bisa dibuang ke Land fill asal memenuhi Ketentuan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Tujuan dari penelitian ini adalah mewujutkan prototype Sanitary land fill untuk pengelolaan Lumpur industri penyamakan kulit, sesuai persyaratan yang berlaku. Sanitary land fill dalam penelitian ini ada 4 type yang masing-masing type berukuran (1 x 6 )m dengan kedalaman lobang 2 m. Tiap -tiap type dibedakan dengan lapisan geomembran HDPE. Type 1 adalah tanpa geomembran, type 2 adalah dengan 1 geomembran, type 3 adalah 2 geomembran dan type 4 adalah 3 geomembran. Lapisan land fill terdiri dari tanah liat, tanah biasa, ijuk, kerikil, ijuk tanah biasa, geomembran dan Lumpur, kemudian lapisan penutup yang terdiri dari tanah biasa, tanah liat, ijuk, kerikil, ijuk tanah biasa dan tanaman. Lumpur yang akan dimasukkan kedalam land fill terlebih dahulu diperiksa karakteristik Lumpur dan TCLP. Dari karakteristik dan hasil uji TCLP diketahui bahwa Lumpur dalam penelitian ini masuk kategori II dan menggunakan desain land fill type 3 (2 lapis geomembran). | Kulit | |
310 | Penelitian Pengelolaan Limbah Cair Industri Karet Brown Crepe | 2016 | Sri Sutyasmi, B.Sc., S.T. Ir. Nursamsi Sarengat Rambat,S.Si, M.Sc Ike Setyorini, S.T. | <div align="justify">Industri karet brown crepe umumnya belum ada pengolahan limbah cair atau ada pengolahan limbah namun tidak berfungsi karena hanya lewat, padahal masih sangat kotor dan bau. Karakteristik limbah cair brown crepe menunjukkan bahwa limbah cair brown crepe masih perlu pengelolaan yang benar agar memenuhi baku mutu. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi problem IPAL yang belum memadai/belum ada sehingga dapat dibuat contoh IPAL yang berfungsi secara efektif di Industri karet brown crepe sehingga dapat mengurangi dampak pencemaran limbah cair brown crepe. Percobaan yang dilakukan di laboratorium ada 3 yaitu percobaan 1 menggunakan cara pengendapan dengan alum dan polielectrolyte dilanjutkan dengan absorbsi arang tempurung kelapa, Percobaan 2 menggunakan sand filter (saringan pasir dengan absorben arang tempurung kelapa, carbon aktif dan zeolit. Percobaan 3 kombinasi dari percobaan 1 dan percobaan 2. Prototipe IPAL dibuat berdasarkan percobaan sebelumnya yang dilaksanakan di labotratorium.<span> </span>Hasil uji coba prototite IPAL brown crepe menunjukkan hasil yang memenuhi baku mutu kecuali pada parameter COD masih sedikit di atas baku mutu yang dipersyaratkan. </div> | Limbah | |
311 | PEMBUATAN KULIT JAKET RAMAH LINGKUNGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENYAMAK NABATI | 2013 | Sri Waskito BSc. SE (Koordinator) Drs. Ir. Prayitno Apt,MSc (Peneliti Utama) | <span>Penelitian pembuatan kulit jaket ramah lingkungan dilakukan dengan menggantikan bahan penyamak khrom yang pada umumnya dilakukan untuk penyamakan kulit untuk saat ini dengan menggantikan dengan bahan penyamak yang akrab lingkungan. Dalam penelitian ini digunakan bahan samak nabati, salah satu kekurang bahan penyamak nabati dibanding dengan bahan penyamak khrom adalah sifat elaksitas dan kelemasan dari kulit yang dhasilkan. Untuk memperbaiki kekurangan ini maka perlu dicari bahan pembantu penyamak yang dapat memperbaiki sifat elastisitas dan kelamasan kulit jadi yang dihasilkan, dalam penelitian ini digunakan kombinasi minyak sintetis dan minyak alami. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa kulit pickle domba setelah dilakukan pencucian berturut-turut direbating, bleaching, direpikcle baru dilakukan penyamakan dengan auxilary tanning dan bahan penyamak nabati Mimosa. Mimosa digunakan dalam proses penyamakan sebesar 20% dari berat kulit pickle, dengan lama pemutaran drum sekitar 4 jam 30 menit, didiamkan semalam dan dilakukan pengecekan terhadap suhu kerut, suhu kerut dikehendaki diatas </span>75°C<span>, bila suhu kerut belum tercapai dilakukan penambahan bahan penyamak Mimosa dan dilakukan pemutaran sampai suhu kerut tercapai yang menandakan kulit sudah masak. Kemudian dilakukan shaving untuk mendapatkan ketebalan sampai 0,6 mm baru di wetting back, striping dan netralisasi. Proses selanjutnya adalah retanning dengan menggunakan bahan retanning dari turunan formaldehyde dan jenis polymeric retanning agent. Dilakukan dengan proses peminyakan dengan konsentrasi minyak yang divariasi 13% kombinasi 18% minyak sintetis dan 5% minyak alami; 14% kombinasi 6,5% minyak sintetis dan 7,5% minyak alami; 15% kombinasi 5% minyak sintetis dan 10% minyak alami; 16% kombinasi 3,5% minyak sintetis dan 12,5% minyak alami; 17% kombinasi 2% minyak sintetik dan 15% minyak sintetis. Dilanjutkan dying dan fixsasi, setelah ageing semalam dan dikeringkan dilakukan finishing. Hasil percobaan kemudian dilakukan pengujian organoleptis maupun fisis sesuai SIN 4593 – 2011, kulit jaket domba/kambing. Hasil uji selanjutnya dianalisis statistik yaitu dengan analisis variance untuk menentukan angka F dilanjutkan dengan analisa LSD, dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%. Dari hasil analisa statistic diketahui dengan bahan penyamak Mimosa 20, dan fatliquoring 15% dengan kombinasi minyak sinthetis 6,5% dan minyak alami 8,5% menghasilkan kulit jaket yang memenuhi persyaratan SNI.</span> | Kulit | |
312 | Pembentukan inkubator bisnis penyamakan kulit wet blue. | 2005 | Sri Waskito, B. Sc Drs. Suprapto, MM Tomas Tukirin MM Ch. Riningsih, B.Sc | Kegiatan ini merupakan realisasi program pengembangan usaha bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) yang sudah digariskan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan melalui program Pembentukan Inkubator. Tujuan kegiatan ini adalah membentuk pengusaha kecil baru yang bergerak dibidang pembuatan kulit wet blue, menyiapkan SDM yang berkemampuan dan berketrampilan dibidang pembuatan kulit wet blue. Sasaran kegiatan ini adalah menciptakan lapangan kerja dibidang proses pengolahan kulit. Pembentukan inkubator bisnis ini didahului dengan kegiatan pra inkubator yang berupa uji coba kulit wet blue guna mendapatkan formula proses yang menghasilkan kulit wet blue dengan muitu yang sama dengan kulit wet blue yang dipasaran (buatan pabrik penyamakan kulit). Formula proses yang dipilih adalah formula penyamakan dengan 8% bahan penyamakan khrome yang dihitung dari berat kulit pickle , yang selanjutnya dipakai sebagai formula proses dalam pelatihan teksnis inkubasi pembuatan kulit wet blue. Pelatihan teknis inkubasi diselenggarakan selama 30 hari dari tanggal 2 Agustus?14 September 2004 dengan jmlah peserta sebanyak 5 (lima) orang yang terdiri dari 4 (empat) peserta dari daerah Propinsi DIY dan 1 (satu) orang dari daerah Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Sesudah mengikuti pelatihan Teknis. Inkubasi, semua peserta telah mampu membuat kulit wet blue yang sudah dapat dijual di pasaran, yang mempunyai sifat masak dengan penyusutan 0% dan suhu pengkerutan yang tinggi yaitu rata-rata 1180 C. Peserta juga telah dapat melakukan sortasi mutu kulit mentah dan kulit wet blue serta pengukuran kulit wet blue. Dari hasil monitoring, serta pelatihan secara bersama?sama telah melakukan proses kulit wet blue hasil praktek menjadi kulit suede dan kulit jaket yang kemudian dipasarkan ke Bali dan dijual dalam bentuk jaket di Daerah DIY dan Purwokerto. Dan diantara peserta pelatihan telah ada 2 (dua) embrio pengusaha kecil bidang pembuatan kulit finish. | Kulit | |
313 | REKAYASA MESIN BLOW FILM TAHAP I | 2012 | Sri Waskito, B.Sc, SE Supriyadi, SE Jaka Susila, B.Sc, ST | Sampai saat ini permesinan yang dimiliki BBKKP untuk menunjang pelaksanaan tupoksinya masih dirasakan sangat kurang dan perkembangan teknologinya sudah ketinggalan, khususnya mesin-mesin plastik. Ssalah satu program yang ditempuh BBKKP dalam rangka meningkatkan teknologi peralatan dan meningkatkan sumber daya manusia yang dimiliki yaitu dengan melakukan perekayasaan mesin. Perekayasaan mesin yang dilakukan adalah membuat mesin blow film untuk kantong plastik dari bahan polipropilen. Kegiatan perekayasaan mesin blow film tahap I bertujuan membuat mesin blow film untuk kantong plastik dari bahan polipropilen. Kegiatan perekayasaan ini dimulai dengan melakukan studi pustaka mengenai mesin blow film, studi banding mesin blow film yang digunakan di industri plastik. Selanjutnya dilakukan pembuatan desain mesin dan pembuatan komponen mesin dari mesin blow film. Hasil pembuatan untuk tahap I berupa pembuatan 2 (dua) komponen utama mesin blow film yaitu pembuatan Die Head Assembly dan pembuatan rangka/ dudukan alat/ mesin. Perancangan komponen-komponen utama pembuatan mesin blow film yang meliputi perancangan Barrel dan Acrew, perancangan Die Head Assembly, perencanaan Sistem Penggerak Screw dan Gear Box, perancangan Guide Plate, perancangan Nip Roll Assembly, perancangan Winder Assembly, pemilihan motor penggerak, perancangan panel box mesin, perencanaan spesifikasi mesin dan cara kerja mesin blow film untuk kantong plastik dari bahan polipropilen. | Rekayasa | |
314 | PENGEMBANGAN PUSAT PELATIHAN PERSEPATUAN BERBASIS KOMPETENSI (P3BK) | 2010 | SRI WASKITO, B.Sc, SE, VITA KURNIAWATI, A.Md, HIMAWAN HENDRA SANTOPO, B.Sc, SE, HARIS NURSALAM, A.Md,MA | Kegiatan Pengembangan Pusat Pelatihan Persepatuan Berbasis Kompetensi (P3BK) bertujuan untuk membuat Modul / Buku Pelatihan Persepatuan Berbasis Kompetensi sebanyak 12 buku dan membuat 1 buku rencana kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk berdirinya Pusat Pelatihan Persepatuan Berbasis Kompetensi (P3BK) BBKKP. Materi yang digunakan dalam kegiatan berupa 12 judul Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang sepatu / alas kaki dan 12 judul buku program dan buku informasi Pusat Pelatihan Persepatuan Berbasis Kompetensi. Metode yang digunakan meliputi beberapa tahapan yaitu studi pustaka, studi banding & konsultasi, evaluasi data dan penyusunan modul pelatihan persepatuan berbasis kompetensi. Hasil kegiatan berupa 12 buku modul buku kerja dan 12 buku penilaian dan 1 buku rencana kebutuhan sarana dan prasarana untuk Pusat Pelatihan Persepatuan Berbasis Kompetensi (P3BK) BBKKP. 12 judul modul buku kerja dan buku penilaian tersebut adalah memilih bahan, memilih / memodifikasi acuan sepatu, membuat pola sistem manual, grading pola komponen sepatu / alas kaki sistem manual, memotong bahan kulit (Leather) secara manual, merakit dan menjahit bagian atas sepatu / alas kaki (Shoe Upper), lasting (pengopenan) secara manual, lasting (pengopenan) bagian depan sepatu / alas kaki dengan mesin, merakit sol sistem lem, merakit sol system cetak vulkanisasi, menerapkan pengendalian mutu dalam proses pembuatan sepatu / alas kaki dan melaksanakan pemeriksaan mutu sepatu / alas kaki. | Alas Kaki | |
315 | PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM DI BBKKP TAHAP II | 2007 | Sri Waskito, B.Sc, SE, Prayitno, SE, Christiana Maria Herry Purwanti, Junjung Ponco Purwandono, SE | Sri Waskito, B.Sc, SE, Prayitno, SE, Christiana Maria Herry Purwanti, Junjung Ponco Purwandono, SE | Kulit | |
316 | PENERAPAN TEKNOLOGI DAUR ULANG LIMBAH KROM | 2008 | Sri Waskito, B.Sc, SE, Totok Marjiyanto, ST, Prayitno, SE, Thomas Tukirin | Sri Waskito, B.Sc, SE, Totok Marjiyanto, ST, Prayitno, SE, Thomas Tukirin | Kulit | |
317 | REKAYASA ALAT PEMBAKAR (INSINERATOR) LIMBAH PADAT INDUSTRI KULIT | 2009 | Sri Waskito, B.Sc, SE., Drs. Ign. Sunaryo, Prayitno, SE., Y. Edi Dahono, ST | Sri Waskito, B.Sc, SE., Drs. Ign. Sunaryo, Prayitno, SE., Y. Edi Dahono, ST | Rekayasa | |
318 | Pembuatan Bahan Penyamak Nano Nabati | 2011 | Sri Waskito, B.Sc, SE., Ir. Herminiwati, MP | Sampai saat ini bahan penyamak nabati powder hasil ekstrak kulit kayu akasia masih import. Penggunaanya secara konvensional dilaksanakan dengan mengekstrak babakan kulit kayu secara langsung sehingga tidak praktis, memerlukan proses yang lama dan inkonsisten mutunya. Penelitian ini bertujuan untuk memebuat bahan penyamak nano nabati dari ekstrak kulit kayu akasia. Proses pembuatannya dilakukan melalui tahapan pengecilan ukuran kulit kayu akasia ( 16,7 mm x 4,9 mm x 1,8 mm), ekstraksi kulit kayu akasia secara counter current menggunakan air 1 : 3 dengan suhu air awal 80°C sehingga diperoleh ekstrak dengan kekentalan 6°Be. Pengeringan dilakukan dengan spray dryer, serbuk hasil spray dryer diukur partikelnya dengan particle Size Analyser, kemudian diteruskan dengan pengecilan ukuran menggunakan Plannetary Ball Mill (PBM) selama 6 jam sehingga diperoleh partikel berukuran 63,3 – 90,8 nm. Berbagai bahan penyamak nabati diaplikasikan dalam proses penyamakan nabati pada kadar 15, 20,25%. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan ekstrak cair kulit kayu akasia dan dengan nilai suhu pengkerutan 85°C dan derajad penyamakan 85,06%. Ekstrak nano nabati kulit kayu akasia ternyata sulit larut dlam air sehingga membutuhkan variasi dispersan atau suhu pelarut bahan penyamak agar bahan penyamak dapat masuk dlam jaringan kulit yang disamak. Kata kunci : Bhana penyamak, nano nabati, kulit kayu akasia, ekstraksi planetary | Kulit | |
319 | RANCANG BANGUN KOLOM ADSORPSI UNTUK EFFLUENT IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN ADSORBEN ABU TERBANG BAGAS | 2013 | Sri Waskito, B.Sc., SE Riahastiwi Setiya Murti, S.Si Christiana Maria Herry Purwanti, ST R. Jaka Susila, B.Sc, ST | <p class="MsoNormal"><span>Perekayasaan alat ini bertujuan untuk membuat unit kolom adsorpsi pada proses tersier IPAL industry penyamakan kulit untuk menurunkan kadar amoniak. Perancangan ini menggunakan 4 (empat) kolom adsorbsi yang masing-masing berisi material penyerap polutan yang terdiri dari zeolite, arang batok kelapa dan abu terbang bagas. Adapun kolom yang dibuat mempunyai spesifikasi sebagai berikut : Tinggi kolom = 150 cm, diameter kolom 30,48 cm, material pralon P VC, tipe kolom portabel, effluent IPL NH<sub>3</sub> = 10-35 mg/L NH<sub>3</sub>. Uji kinerja telah dilakukan dengan pengecekan kebocoran dan pengaturan debit 6 liter/menit dan 4 liter/menit. Kegiatan rancang bangun kolom adsorpsi untuk effluent IPAL Industri penyamakan kulit menggunakan abu terbang bagas telah menghasilkan 1 (satu) unit kolom adsorpsi yang mampu mereduksi warna limbah dari coklat kehijauan menjadi bening tidak berwarna. Efisiensi total kolom adsorpsi didapat 98,04%. <br /></span></p> | Limbah | |
320 | Pembuatan Cetakan Souvenir Plastik Sistem Injection Molding Dengan Mesin CNC BBKKP | 2010 | Sri Waskito, BSc., SE Sujarwoko Tri Rahayu Setyo Utami Pramono | Kegiatan pembuatan Cetakan Souvenir Plastik Sistem Injection molding dengan mesin CNC BBKKP bertujuan untuk membuat cetakan souvenir plastik sistem Injection molding yang mempunyai presisi baik dengan mesin CNC BBKKP. Bahan untuk pembuatan cetakan/mold berupa MS Plate S$%C, bahan pembuatan Elektrode proses EDM berupa tembaga dan bahan untuk uji coba injection molding berupa resin plastic Polipropilena. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini melalui beberapa tahapan yaitu tahap studi pustaka, studi banding, pembuatan desain souvenir, pembuatan cetakan dan uji coba cetakan dengan mesin Injection Molding BBKKP. Hasil kegiatan yang dilaksanakan berupa satu unit cetakan souvenir plastic system injection molding dengan mesin CNC BBKKP dengan ukuran Cavity plate dan core plate (panjang x lebar = 270x250 mm) untuk souvenir plastic dengan logo Kementrian Perindustrian dan logo BBKKP. Cetakan telah diuji coba menggunakan mesin injection molding BBKKP dengan bahan resin plastic polipropilena dan PVC. | Plastik |