# | Judul | Tahun | Pelaksana | Abstrak | Kategori | |
---|---|---|---|---|---|---|
201 | Pembentukan inkubator bisnis penyamakan kulit wet blue. | 2005 | Sri Waskito, B. Sc Drs. Suprapto, MM Tomas Tukirin MM Ch. Riningsih, B.Sc | Kegiatan ini merupakan realisasi program pengembangan usaha bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) yang sudah digariskan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan melalui program Pembentukan Inkubator. Tujuan kegiatan ini adalah membentuk pengusaha kecil baru yang bergerak dibidang pembuatan kulit wet blue, menyiapkan SDM yang berkemampuan dan berketrampilan dibidang pembuatan kulit wet blue. Sasaran kegiatan ini adalah menciptakan lapangan kerja dibidang proses pengolahan kulit. Pembentukan inkubator bisnis ini didahului dengan kegiatan pra inkubator yang berupa uji coba kulit wet blue guna mendapatkan formula proses yang menghasilkan kulit wet blue dengan muitu yang sama dengan kulit wet blue yang dipasaran (buatan pabrik penyamakan kulit). Formula proses yang dipilih adalah formula penyamakan dengan 8% bahan penyamakan khrome yang dihitung dari berat kulit pickle , yang selanjutnya dipakai sebagai formula proses dalam pelatihan teksnis inkubasi pembuatan kulit wet blue. Pelatihan teknis inkubasi diselenggarakan selama 30 hari dari tanggal 2 Agustus?14 September 2004 dengan jmlah peserta sebanyak 5 (lima) orang yang terdiri dari 4 (empat) peserta dari daerah Propinsi DIY dan 1 (satu) orang dari daerah Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Sesudah mengikuti pelatihan Teknis. Inkubasi, semua peserta telah mampu membuat kulit wet blue yang sudah dapat dijual di pasaran, yang mempunyai sifat masak dengan penyusutan 0% dan suhu pengkerutan yang tinggi yaitu rata-rata 1180 C. Peserta juga telah dapat melakukan sortasi mutu kulit mentah dan kulit wet blue serta pengukuran kulit wet blue. Dari hasil monitoring, serta pelatihan secara bersama?sama telah melakukan proses kulit wet blue hasil praktek menjadi kulit suede dan kulit jaket yang kemudian dipasarkan ke Bali dan dijual dalam bentuk jaket di Daerah DIY dan Purwokerto. Dan diantara peserta pelatihan telah ada 2 (dua) embrio pengusaha kecil bidang pembuatan kulit finish. | Kulit | |
202 | Pemantauan Dan Evaluasi | 2004 | Priyo Budi Basuki, SH Drs. S u r a d a l H a r d o n o, SH | Dalam identifikasi permasalahan yang terdapat dalam industri persepatuan, daur ulang sampah plastik, vulkanisir ban dan penyamakan kulit menunjukkan bahwa sebagian besar permasalahannya menyangkut non teknis, yaitu permasalahan diluar kewenangan Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik seperti masalah penurunan penjualan, pemasaran dan modal. Pelatihan/ diseminasi yang telah dilaksanakan oleh Balai Besar Kulit, karet dan Plastik melalui Proyek Pengembangan dan Pelayanan Teknologi Industri Kulit, Karet dan Plastik telah memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan industri kecil persepatuan, daur ulang sampah plastik, vulkanisir ban dan penyamakan kulit. Berdasarkan hasil monitoring, identifikasi permasalahan dan manfaat diseminasi maka perlu diadakan pembinaan lebih lanjut dengan strategi yang lebih tepat. Perlu diadakan pelatihan/diseminasi lanjutan dengan materi yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama. Perlu adanya kemudahan bagi industri kecil khususnya untuk memperoleh bahan baku dalam proses produksi. Guna kepentingan pengembangan lebih lanjut, perlu diadakan pembinaan baik mengenai proses produksi, teknologi dan aspek ekonomi oleh Balai Besar Kulit, karet dan Plastik maupun oleh Instansi terkait diwilayah masing-masing industri kecil berdomisili. | Kulit | |
203 | PEMANFAATAN TANIN DARI KULIT KAYU TINGI (Ceriops tagal) SEBAGAI BAHAN PENYAMAK NABATI | 2013 | Ir. Titik Purwati Widowati, MP (Koordinator) Ir. Emiliana Kasmudjiastuti (Peneliti Utama) Sri Sutyasmi, B.SC, ST (Peneliti) Iwan Fajar Pahlawan, S.Pt (non aktif:study S2) | Bahan penyamak nabati adalah suatu bahan yang berasal dari tumbuhan yang berbeda konsentrasinya dalam bagian tanaman seperti buah, akar, daun, kayu, kulit kayu yang disebut dengan tanin. Tanin dapat mengubah kulit yang tadinya bersifat labil menjadi stabil. Indonesia kaya akan sumber daya alam yang banyak sekali menyimpan sumber tanin sebagai bahan penyamak nabati, salah satunya adalah pohon tingi ( <em>Cerios Tagal</em> ). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas tenin dari ektrak kulit kayu tingi sebagai bahan penyamak nabati dan untuk mengetahui kualitas kulit lapis dari kulit kambing yang disamak menggunakan ekstrak tanin dari tingi yang dikombinasi kan dengan alum. <br /><br /> Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam 3 (tiga) tahap yaitu penyamakan kulit lapis menggunakan tingi puder (perusahaan), ekstraksi kulit kayu tingi untuk mendapatkan larutan dan proses penyamakan kulit lapis menggunakan ekstrak larutan. Untuk tingi berupa puder, variasi yang dipakai adalah konsentrasi 15, 20, 25, dan 30%, penambahan alum dibuat tetap (4%), sehingga 4 perlakuan yaitu T15A, T20A, T25A, dan T30A. Sedangkan untuk tingi berupa ekstrak larutan variasi yang dipakai adalah dengan penambahan alum 4% dan 6% yang dilakukan sebelum dan sesudah penyamakan dan juga variasi penambahan mimosa, sehingga ada 8 perlakuan yaitu TA4, TA6, TMA4, TMA6, A4T, A6T, AT4M dan A6TM. Analisa yang digunakan meliputi pengujian sifat kimiawi, fisis dan SEM. Sifat kimiawi yang dianalisis meliputi uji derajad penyamakan, kadar tanin terikat, suhu kerut, pH, kadar zat larut dalam air dan kadar abu jumlah. Sifat fisis yang dianalisis meliputi uji penyamakan, kekuatan tarik, kemuluran dan ketahana gosok cat. Analisa data menggunakan statistik <em>T-Test</em> dan <em>One Way Anova</em>. Hasil uji derajad penyamakan, suhu kerut, dan kadar tanin terikat dianalisis menggunakan T-Test. Hasil uji kadar zat larutan dalam air, kadar abu jumlah, kekuatan tarik dan kemuluran dianalisis menggunakan <em>One Way Anova</em>. <br /><br /> Hasil penelitian menunjukan bahwa kulit kayu tingi dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyamak nabati dan efektif untuk digunakan sebagai bahan penyamak nabati baik berupa puder maupun berupa ekstrak larutan dengan menambahkan alum. Perlakuan yang paling optimal untuk menggunakan puder tingi adalah T15A (penggunaan tingi puder 15% diikuti penambahan alum 4%) dengan hasil : derajat penyamakan 52,43% ; kadar tanin terikat 23,7% ; suhu kerut 68°C; pH 4,64; kadar zat larut dalam air 1,4%; kadar abu jumlah 1,36%; penyamakan masak; kekuatan tarik 329,32 kg/cm<sup>2</sup> ; kemuluran 52,6% ; ketahanan gosok cat 4/5 (kering) dan 3 (basah). sedangkan yang paling optimal untuk penggunaan ekstrak larutan tingi adalah TA4 ( Penggunaan larutan tingi 200% 1°Be, 150% 3°Be, 100% 5°Be diikuti penambahan alum 4% ) dengan hasil : derajat penyamakan 96,37% ; kadar tanin terikat 35,85% ; suhu kerut 86°C; pH 3,78; kadar zat larut dalam air 0,89%; kadar abu jumlah 0,73%; penyamakan masak; kekuatan tarik 370,65 kg/cm<sup>2</sup> ; kemuluran 36,52% ; ketahanan gosok cat 5 (kering) dan 4 (basah). keduanya memenuhi persyaratan Ethiopia Standar ES 1185: 2005, <em>Leather - Lining Leather-Specification.</em> Hasil SEM (Scanning Electron Micreoscopic) menunjukan bahwa penggunaan alum pada penyamakan menggunakan tanin tingi dapat menaikan fiksasi dan dan penetrasi bahan penyamak nabati (tanin) kedalam jaringan kulit, sehingga struktur jaringan kulit nampak lebih kompak mengidentifikasikan proses penyamakan penggunakan tingi diikuti alum akan membentuk cross linking dengan kolagen. | Kulit | |
204 | Pemanfaatan Sulfinil Oil Untuk Proses Penyamakan Kulit | 2001 | Muchtar Lutfie, B.Sc Ir. Emiliana K Widhiati, B.Sc Ir. Widari | Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan sulfinil oil pada proses peminyakan terhadap sifat-sifat fisis kulit jaket dari kulit domba. Empat puluh lembar kulit domba awet garam basah yang berasal dari Yogyakarta disamak menjadi kulit Jaket dengan bahan peminyakan (fatliquoring)nya adalah 15 % minyak sintetis dari impor. Hasil uji fisika menunjukkan bahwa minyak sulfinil dari nabati dan minyak sulfinil dari hewani dapat dipakai untuk peminyakan (fatliquoring), dengan sifat fisis kulit jaket yang dihasilkannya memenuhi persyaratan SNI 06.0250.1989, Mutu dan cara Uji Kulit Sarung Tangan dan jaket dari Kulit Domba/Kambing. | Kulit | |
205 | Pemanfaatan Serbuk Kulit Untuk Pembuatan Batu Bata Dan Batako | 1998 | Ir.Susilawati Hernadi Surip. Bsc | Dalam proses penyamakan kulit dihasilkan bermacam-macam limbah diantaranya limbah shaving dan buffing 20 ? 30 kg/ton kulit awet garaman. Penanganan limbah sampai saat ini hanya dibuang ke TPA dengan biaya rata-rata Rp 150,-/feet kulit yang dihasilkan. Penelitian pemanfaatan limbah industri penyamakan kulit untuk batu-bata dan batako dilaksanakan di DIY dengan bahan baku tanah liat dan limbah shaving + buffing berasal dari DKI, Jabar, Jateng, D.I.Yogyakarta dan Jatim. Pengujian fisis dan organoleptis dengan parameter SII 0281-78 untuk batako dan SII 0285 -80 untuk batu bata. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua masuk kelas 25 kg/cm2 dan sifat unggulnya adalah lebih ringan kurang lebih 15 % dari batu bata biasa, jenis limbah tidak berpengaruh,,sedangkan jenis tanah liat dan cara proses sangat berpengaruh. Penerapan hasil penelitian dilaksanakan pada perajin batu-bata di daerah Jogonalan Kab. Klaten. Hasil uji batu bata penerapan menunjukkan angka kuat tekan terbaik yaitu 34,1540 kg/cm dan semuanya masuk dalam kelas 25 kg/cm2. Untuk dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan bahan batu bata, formulasi terbaik adalah 8 (delapan) bagian tanah liat dan 2 (dua) bagian limbah, sedangkan rata-rata yang ada dipasaran dibawah 20 kg/cm2. Formulasi terbaik untuk batako adalah satu bagian semen, delapan bagian pasir dan satu bagian limbah. Hasil uji kuat tekan batako rata-rata 19,5690 kg/cm2, sedangkan hasil uji rata-rata batako dipasaran 17 ? 20 kg/cm2 dan sifat unggulannya adalah tidak langsung hancur bila terkena benturan. | Limbah | |
206 | Pemanfaatan Sampah Kemasan Dari Styrofoam Untuk Pembuatan Sheet | 2003 | Ir. Dwi wahini Nurhayati Ir. Herminiwati MP Ir. Any Setyaningsih Yuwono Sumasto | Telah dilakukan penelitian pemanfaatan sampah kemasan dari styrofoam untuk pembuatan sheet. Penggunaan styrofoam di Indonesia akhir-akhir ini meningkat dan menurut data dari Badan Pusat Statistik , import styrofoam untuk berbagai keperluan pada tahun 1998 sekitar 543,2 ton dengan nilai 31,3 miliar rupiah. Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan sampah kemasan dari styrofoam untuk sheet, mencari formula kompon yang cocok digunakan untuk cup atau alas gelas dan mempelajari pengaruh kondisi proses terhadap sifat fisis sheet dari sampah styrofoam. Mengingat sampah styrofoam merupakan plastik yang getas maka untuk mengurangi kerapuhan sampah tersebut pada penelitian ini diamati pengaruh bahan pemlastis dioctyl phthalate (DOP) yang jumlahnya bervariasi yaitu 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 bagian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa styrofoam dapat didaur ulang menjadi sheet. Hasil uji memperlihatkan bahwa penambahan DOP sampai 50 bagian menaikkan sifat kuat tarik, kemuluran, dan kelenturan, dibandingkan kompon tanpa DOP. Semakin banyak DOP yang ditambahkan akan menurunkan kekuatan tarik, kekerasan, pengkerutan karena panas, suhu transisi gelas (Tg) dan berat jenis. Sheet yang dibuat dengan kondisi suhu 175 oC dan waktu 10 menit memberi sifat fisis terbaik. Kompon dengan kandungan DOP 20 bagian cocok untuk dibuat alas gelas. | Barang Kulit & Garmen | |
207 | Pemanfaatan Limbah Padat Buffing Sebagai Filler Pembuatan Kompon Keret Untuk Sol | 2004 | Dra. Murwati Bambang Supriyono, B Sc Sri Sutyasmi, B Sc, ST Chr. Riningsih, B Sc Isyuniari | Debu buffing merupakan limbah pada kulit yang dihasilkan oleh industri penyamakan kulit. Selama ini limbah padat tersebut belum ditangani secara optimal, maka perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan limbah padat kulit tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk penanganan limbah padat buffing dengan memanfaatkan sebagai filler. Pembuatan kompon karet untuk sol . Penelitian dilakukan dengan mensubstitusi sebagian filler carbon black dengan debu buffing dan menvariasi jumlah perbandingan carbon black dengan debu buffing sebanyak 5 (lima) variasi yaitu carbon black/debu buffing = 50/10, 40/20, 30/30, 20/40 dan 10/50 limbah padat buffing yang digunakan 2 (dua) jenis yaitu limbah padat buffing dari samak khrom dan limbah padat buffing dari samak kombinasi/formaldehid. Kompon karet hasil penelitian diuji sifat fisisnya dengan tolok ukur SNI 0778-1989 ? Sol Karet Cetak ? dan semua formulasi untuk variasi jumlah debu buffing memnuhi persyaratan SNI. Dari hasl evaluasi formula yang memberi hasil terbaik adalah yang menggunakan perbandingan carbon black/buffing = 20/40 untuk samak khrom dan 10/50 untuk debu buffing samak kombinasi/formaldehid. Jadi limbah padat buffing dapat digunakan sebagai filler kompon karet untuk sol dan berdampak positif terhadap sifat-sifat sol karet cetak. | Standar | |
208 | Pemanfaatan kulit sisa fleshing sebagai salah satu penyusun ransum makan temak. | 2000 | Sri sutyasmi, B.Sc, St Ir. Suramto Joko Susila, B.Sc Tc. Bambang supriyono Agusti S, Bsc Sri wa | Pemanfaatan kulit sisa fleshing sebagai salah satu penyusun ransum makan temak. Limbah padat industri penyamakan kulit yang berupa sisa fleshing mempunyai volume yang cukup besar, yaitu antara 70 - 230 kg per ton kulit mentah yang diproses. Limbah sebesar ini bisa dimanfaatkan untuk salah satu penyusun ransum pakan ternak sebagai pengganti tepung ikan. Ada dua perlakuan untuk proses pembuatan tepung fleshing, yaitu tanpa auto claf dan dengan menggunakan autoclaf. Tanpa autoclaf daya cernanya rendah 7,5 %, lemaknya tinggi 33 %, sedangkan dengan menggunakan autoclaf daya cernanya bertambah menjadi 71,45 % dan lemaknya turun menjadi kurang dari 10 %. Ini bermanfaat untuk penyusunan ransum pakan ternak karena lemak yang tinggi akan mengganggu penyerapan makanan ke dalam tubuh ternak. Ada 3 formula penyusunan . ransum yaitu : untuk ayam pedaging, ayam petelur dan ikan Iele. Setiap ternak dibuat 3 perlakuan ransum dan 3 kali ulangan yang masing-masing 3 ekor dengan 1 kontrol yang berisi 3 ekor. Cara menyusun ransum dengan metoda MPS (Metoda Pendugaan Sederhana) dimana setiap orang (peternak) bisa melakukannya. Uji coba ke ternaknya menggunakan tepung fleshing 50 % - 75 % dan 100 % untuk substansi tepung ikan. Hasil uji coba untuk semua ternak menurut analisa statistik tidak ada beda nyata untuk semua perlakuan kecuali untuk pakan ikan lele yang sisa fleshingnya diolah menggunakan autoclaf. Harga tepung fleshing lebih murah Rp. 2.500,- dari pada harga tepung ikan per kilogramnya. | Standar | |
209 | PEMANFAATAN KULIT BELAHAN DARI KULIT SAPI UNTUK BAHAN PEMBUATAN TAS / KOPER | 1992 | Ir. Susilowati, Sudiyono, B.Sc, Ir. Primayanti | <div align="justify"><span style="font-size:11pt;line-height:115%;font-family:Calibri, 'sans-serif';">Pengembangan ini bertujuan memanfaatkan kulit belahan sapi untuk pembuatan kulit tas/ koper yang memenuhi persyaratan SII 0241-79 “Mutu dan cara uji kulit sapi untuk tas/ koper”. Bahan berupa kulit sapi belahan kering 15 (lima belas) lembar (30 side) yang biasa digunakan untuk pembuatan kulit sel dalam. Penyamakan dengan bahan penyamak kombinasi, yaitu krom dan ekstrak mimosa sampai diperoleh kulit kras. Kulit kras diimpregnasi dengan variasi perbandingan film forming 17 ;20;23 bagian dan penetrator 7;10;13 bagian. Dari beberapa warna yang dicoba, maka warna yang diterapkan karena lebih banyak pemilihnya adalah warna coklat muda yang berasal dari 98 bagian camotex tan pp 1859 dan 2 bagian pigmen hitam serta warna coklat tua yang berasal dari 70 bagian camotex tan pp 1859, ekor 25 bagian dan 5 bagian pigmen hitam. Hasil kulit yang diperoleh diuji dengan parameter SII 0241-79, sedangkan sebagai pelengkap, untuk keadaan cat tutupnya dibandingkan dengan SII 0018-79 “Mutu dan cara uji kulit boks”. Dari 9 variasi yang dilakukan, yang memenuhi persyaratan adalah variasi 17:7 ; 20:7 ; 23:7 ;17:10 ; 20:10 dan 23:10. Masing-masing variasi mempunyai salah satu sifat fisikan yang unggul, oleh karenanya dapat dipilih variasi yang tepat untuk memperoleh sifat unggulan sesuai kebutuhan. Namun yang paling ekonomis adalah pemakaian variasi 17 : 7 dengan perkiraan biaya produksi Rp 1.993,40 / sq.ft.</span></div> | Kulit | |
210 | PEMANFAATAN KULIT BELAHAN DARI KULIT SAPI UNTUK BAHAN PEMBUATAN TAS / KOPER | 1992 | Ir. Susilowati, Sudiyono, B.Sc, Ir. Primayanti | <div align="justify"><span style="font-size:11pt;line-height:115%;font-family:Calibri, 'sans-serif';">Pengembangan ini bertujuan memanfaatkan kulit belahan sapi untuk pembuatan kulit tas/ koper yang memenuhi persyaratan SII 0241-79 “Mutu dan cara uji kulit sapi untuk tas/ koper”. Bahan berupa kulit sapi belahan kering 15 (lima belas) lembar (30 side) yang biasa digunakan untuk pembuatan kulit sel dalam. Penyamakan dengan bahan penyamak kombinasi, yaitu krom dan ekstrak mimosa sampai diperoleh kulit kras. Kulit kras diimpregnasi dengan variasi perbandingan film forming 17 ;20;23 bagian dan penetrator 7;10;13 bagian. Dari beberapa warna yang dicoba, maka warna yang diterapkan karena lebih banyak pemilihnya adalah warna coklat muda yang berasal dari 98 bagian camotex tan pp 1859 dan 2 bagian pigmen hitam serta warna coklat tua yang berasal dari 70 bagian camotex tan pp 1859, ekor 25 bagian dan 5 bagian pigmen hitam. Hasil kulit yang diperoleh diuji dengan parameter SII 0241-79, sedangkan sebagai pelengkap, untuk keadaan cat tutupnya dibandingkan dengan SII 0018-79 “Mutu dan cara uji kulit boks”. Dari 9 variasi yang dilakukan, yang memenuhi persyaratan adalah variasi 17:7 ; 20:7 ; 23:7 ;17:10 ; 20:10 dan 23:10. Masing-masing variasi mempunyai salah satu sifat fisikan yang unggul, oleh karenanya dapat dipilih variasi yang tepat untuk memperoleh sifat unggulan sesuai kebutuhan. Namun yang paling ekonomis adalah pemakaian variasi 17 : 7 dengan perkiraan biaya produksi Rp 1.993,40 / sq.ft.</span></div> | Kulit | |
211 | Pemanfaatan Krom Hasil Hidrolisa Krom Shaving Dengan Alkali Untuk Penyamakan Kulit | 2010 | Sri Sutyasmi, B Sc, ST,Dra Supraptiningsih, MSi, Joko Susila, B.Sc, ST, Agustin Suraswati BE | Limbah padat pada kulit khususnya limbah shaving di industri penyamakan kulit sangat bermasalah, sulit ditangani. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk penanganan limbah shaving ini, namun belum semua termanfaatkan. Penelitian mengenai hidrolisa krom shaving yang menggunakan alkali, asam maupun enzim telah dilakukan di tahun 2008, sedangkan pemanfaatan hidolisa krom shaving belum dimanfaatkan. Untuk itu tahun 2010 memanfaatkan krom hasil hidrolisa dengan alkali untuk penyamakan kulit. Alkali yang digunakan untuk hidrolisa krom shaving ini adalah NaOH, dengan variasi 1%, 2% dan 3% dalam air 10 Liter dan limbah shaving 30 kg serta waktu hidrolisa 1 jam, suhu 100 oC. Hasil Hidrolisa Kemudian dipisahkan antara krom dan protein kolagen yang ada dalam limbah shaving dengan cara penyaringan. Lumpur krom yang tersisa di saringan selanjutnya di recovery dengan menggunakan asam sulfat pekat sampai larut, kemudian di uji kadarCr2O3 hasilnya 11 mg/l. Selanjutnmya larutan krom sulfat digunakan untuk menyamak kulit dengan variasi 0, 30, 40, 50, 60, 70 dan 100 % dan kadar Krom (Cr2O3) yang digunakan untuk menyamak kulit glace jumlahnya 8%. Hasil analisa kulit glace baik yang menggunakan krom olahan maupun krom asli (Chromosal B) memenuhi SNI -250-1989 kecuali kemuluran dan kadar abu. Pemakaian krom olahan ini dapat menghemat krom sebesar 144 kg/tahun atau Rp. 5.760.000,-. | Kulit | |
212 | Pemanfaatan Krom Hasil Hidrolisa Krom Shaving Dengan Alkali Untuk Penyamakan Kulit | 2010 | Sri Sutyasmi, B Sc, ST Dra Supraptiningsih, MSi Joko Susila, B.Sc, ST Agustin Suraswati BE | Limbah padat pada kulit khususnya limbah shaving di industri penyamakan kulit sangat bermasalah, sulit ditangani. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk penanganan limbah shaving ini, namun belum semua termanfaatkan. Penelitian mengenai hidrolisa krom shaving yang menggunakan alkali, asam maupun enzim telah dilakukan di tahun 2008, sedangkan pemanfaatan hidolisa krom shaving belum dimanfaatkan. Untuk itu tahun 2010 memanfaatkan krom hasil hidrolisa dengan alkali untuk penyamakan kulit. Alkali yang digunakan untuk hidrolisa krom shaving ini adalah NaOH, dengan variasi 1%, 2% dan 3% dalam air 10 Liter dan limbah shaving 30 kg serta waktu hidrolisa 1 jam, suhu 100 oC. Hasil Hidrolisa Kemudian dipisahkan antara krom dan protein kolagen yang ada dalam limbah shaving dengan cara penyaringan. Lumpur krom yang tersisa di saringan selanjutnya di recovery dengan menggunakan asam sulfat pekat sampai larut, kemudian di uji kadar Cr2O3 hasilnya 11 mg/l. Selanjutnya larutan krom sulfat digunakan untuk menyamak kulit dengan variasi 0, 30, 40, 50, 60, 70 dan 100 % dan kadar Krom (Cr2O3) yang digunakan untuk menyamak kulit glace jumlahnya 8%. Hasil analisa kulit glace baik yang menggunakan krom olahan maupun krom asli (Chromosal B) memenuhi SNI -250-1989 kecuali kemuluran dan kadar abu. Pemakaian krom olahan ini dapat menghemat krom sebesar 144 kg/tahun atau Rp. 5.760.000,-. | Limbah | |
213 | Pemanfaatan jenis tumbuhan lokal sebagai pengganti bahan penyamak nabati asal impor. | 2000 | Ir. Sri Pertiwi Rumiyati,MP Sri Waskito B.Sc Rusman Saroso | Penelitian pemanfaatan jenis tumbuhan lokal sebagai pengganti bahan penyamak nabati asal impor bertujuan untuk mengetahui jenis tanaman lokal yang mengandung zat penyamak nabati dan dapat digunakan sebagai bahan penyamak. Jenis tanaman untuk penelitian adalah tanaman bakau - bakau, biji pinang dan gambir. Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam 3 (tiga) tahap yaitu : (1) Ekstraksi zat penyamak nabati. (2) Proses penyamakan kulit tas koper sistim samak cepat proses samak kombinasi krom ? nabati, dan krom - sintan - nabati dengan bahan penyamak dari bakau-bakau, biji pinang dan gambir; (3) Analisa kuantitatif bahan penyamak nabati serta uji mutu kulit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan zat penyamak (tannin) dalam bakau ? bakau, biji pinang dan gambir berturut-turut adalah 15,5 g/l; 11,62 g/l; 30,00 g/l. Bahan penyamak tersebut dapat digunakan sebagai alternatif sebagai pengganti bahan penyamak nabati asal impor. Mutu kulit tas koper yang dihasilkan relatif sama dengan mutu kulit tas koper samak kombinasi dengan bahan penyamak asal impor (mimosa). Mutu kulit tersebut memenuhi persyaratan SNI. 06-0335-1989, Mutu dan cara uji kulit sapi untuk tas kopor. | Kulit | |
214 | Pemanfaatan Enzim Alkaline Protease untuk Proses Perendaman Penyamakan Kulit Garmen | 2011 | Jaka Susila, B.Sc, ST., Ir. Emiliana K. | Penelitian penggunaan enzim proteolitik dalam industry penyamakan kulit adalah sebagai bahan pembantu untu menghilangkan inter fibril sehingga kulit menjadi elastic dan lembek. Enzim proteolitik dapat menghilangkan protein globular sehingga serabut kolagen kulit menjadi lebih terbuka dan akan mempermudah berikatan dengan bahan penyamak. Dibandingkan dengan metode konvensional penggunaan enzim proteolitik dalam perendaman dapat menghemat waktu sampai 45%. Tahap pra penelitian dengan memp[erlakukan 3 jenis enzim yaitu enzim komersial ( Basozym S-20 dan Borron DL) dengan enzyme mikroorganisme dari BPPT ( Bacillus Megatorium DSM-319). Hasil foto Mikrograf dilihat pda depolimerisasi akibat serabur kolagen terhadap penggunaan berbagai jenis enzyme serta hasi uji sifat fisis kulit garmen dan control. Proses penelitian menggunakan enzyme yang lebih dri hasil pra adalah Bacillus Megatorium DSM-319 dan data hasil pengujian dilakukan analisa dengan menggunakan rancangan acak lengkap 3 x 3 pola factorial, dengan 3 perlakuan waktu perendaman dan 3 perlakuan konsentrasi enzym bila terjadi perbedaan dilakukan uji Duncan’s test. Penurunan kadar protein kulit kambing setelah perendaman yang terbaik adalah pada konsentrasi sebesar 1% dan waktu 60 menit yaitu 42,32%. Pengujian fisis kulit garmen kambing yang terbaik pada penelitian ini adalah pada kosentrasi sebesar 1% dan waktu 60 menit dan masuk persyaratan SNI 4593: 2011 Kulit Jakaet Domba/ Kambing yaitu kekuatan tarik 501,308 kg/cm2 , Kemuluran 45,66%, Kekuatan sobek 36,94 (kg/cm), Kelemasan 5,58 mm, Ketahanan gosokm cat basah 4 dan ketahanan gosok cat kering 4/5. | Kulit | |
215 | Pemanfaatan Debu Buffing Dan Shaving Sebagai Bahan Pembuatan Kertas Dan Kukit Imitasi | 2001 | Sri Sutyasmi BSc.ST Dra. Murwati Sofyan Karani, B.Sc. ST Drs. Suprapto | Debu buffing dan sisa shaving merupakan limbah padat kulit yang sulit terdekomposisi dan merupakan masalah yang besar di industri penyamakan kulit. Selama ini limbah tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal dan hanya dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Penelitian ini mencoba untuk memanfaatkan debu buffing dan shaving sebagai bahan baku kertas dan sebagai filler untuk kulit imitasi. Untuk pembuatan kertas karton digunakan sisa shaving dengan variasi sebesar 0%, 20%, 40%, 60% dan 80%. Semua variasi pembuatan kertas karton dalam penelitian ini secara fisik kelihatan baik, namun hasil uji secara laboratories terlihat bahwa semakin besar penambahan sisa shaving, kualitas kertas karton semakin menurun. Untuk kertas seni sisa shaving hanya digunakan untuk pembuatan motif, dan hasilnya menunjukkan bahwa kertas seni yang diproses mempunyai kualitas lebih baik dibanding dengan yang tidak dipress. Untuk kulit imitasi, debu buffing dengan variasi 0; 2,5; 5 ; 7,5 ; dan 10 bagian, dimanfaatkan untuk filler sebagai pengganti CaCO3 aktif. Dari hasil uji laboratorium terlihat bahwa kualitas terbaik pada penambahan 10 bagian buffing. | Standar | |
216 | Pemanfaatan Cashew Nut Shell Liquid (CNSL) Sebagai Substitusi Bahan Baku Dan Bahan Pembantu Karet | 2004 | Ir. Herminiwati, M.P. Ir. Dwi Wahini Nurhayati, M.Eng Dra. Sri Brataningsih Puji Lestari A s r i | Penelitian Pemanfaatan Cashew Nut Shell Liquid (CNSL )Sebagai Substitusi Bahan Baku dan Bahan Pembantu Karet bertujuan untuk memanfaatkan CNSL sebagai bahan substitusi karet dalam pembuatan kampas rem dan sebagai bahan bantu proses (plasticizer) dalam pembuatan sol sepatu. Formula untuk pembuatan kampas rem terdiri dari serta asbestos 44,0 ? 65,0 bagian, friction dust 10 bagian , barium sulfat 13,5 ? 15 bagian, heksamin 1,0 bagian dan binder 34,25 bagian. Formula binder terdiri dari CNSL masak 225,0 bagian, fenol 23,5 bagian, paraformaldehid 18,0 bagian, NaOH 2,5 bagian dan aquadest 12,0 bagian. Binder dibuat dengan cara memanaskan CNSL terlebih dulu pada suhu 120oC selama 1 jam kemudian didinginkan sampai suhu lebih kurang 50oC. Selanjutnya masukkan berturut-turut formaldehid, NaOH yang telah dilarutkan dengan aquadest, dan fenol. Pencampuran dilakukan sambil terus diaduk dan kemudian dipanaskan pada suhu 150oC selama 30 menit. Untuk pembuatan sepatu dengan plasticizer CNSL digunakan formula yang terdiri dari karet alam RSS 100 phr, karbon black 50 phr, minyak minarex B 0-10 phr, CNSL masak 0 ? 10 phr, asam stearat 0,5 phr, zink oksida 5 phr, parafin wax 0,5 phr, MBTS 1 phr, antioksidan 1 phr, dan belerang 2 phr. Proses komponding dilakukan dengan two roll mill, sedangkan vulkanisasi dilakukan pada suhu 150oC dan tekanan 150 kg/cm2. Kampas rem diuji berdasarkan SNI 09-2775-1992; cara Uji Massa Jenis Kampas Rem Cakram dan Kampas Rem Teromol untuk Kendaraan Bermotor, SNI 09-2663-1992 : Cara Uji Ketahanan terhadap Air, Larutan garam, Minyak pelumas, dan Cairan rem untuk Kendaraan Bermotor, dan SNI 09-2774 -1992 : Test Procedure of Porosity for Brake Linings and Pads of Automobiles. Sol sepatu diuji berdasarkan SNI 12 ? 0172 ? 1987 : Sepatu Kanvas untuk umum. CNSL dapat digunakan untuk substitusi bahan baku karet dalam pembuatan kampas rem kendaraan bermotor dan formulasi terbaik terdiri dari serat asbestos 58 bagian, friction dust 10 bagian, barium sulfat 13,5 bagian, heksamin 1 bagian, dan binder 34,25 bagian. Hasil uji formulasi kampas rem terbaik berturut -turut adalah massa jenis 1,50; porositas 12,99%; ketahanan terhadap air 2,50%; ketahanan terhadap larutan garam 2,20%; ketahanan terhadap oli 1,84%; ketahanan terhadap minyak rem 1,58%. Selain itu CNSL juga dapat digunakan untuk plasticizer dalam pembuatan sol sepatu dan formulasi terbaik terdiri dari karet alam RSS 100 phr, karbon black 50 phr, CNSL masak 5 phr, asam stearat 0,5 phr, zink oksida 5 phr, parafin wax 0,5 phr, MBTS 1 phr, antioksidan 1 phr, dan belerang 2 phr. Sifat fisis formulasi sol terbaik berturut-turut adalah kekerasan 62,33 Shore A, tegangan putus 136,4 kg/cm2, perpanjangan putus 198,29%, ketahanan sobek 63,56 kg/cm2, bobot jenis 1,136 g/cm3, perpanjangan tetap 6,40%, ketahanan kikis Grasselli 0,7111mm3/kgm dan tidak retak pada uji ketahanan retak lentur 150kcs. | Alas Kaki | |
217 | Pemanfaatan limbah pertanian serbuk sabut kelapa (Cocodust) untuk pembuatan komposit karet | 2005 | Ir. Penny Setyowati, MP Dra. Sri Nadilah Hernadi Surip, B.Sc. Ir. Any Setyaningsih | Abstrak: Penelitian dengan judul ?Pemanfaatan Limbah Pertanian serbuk sabut kelapa (cocodust) untuk pembuatan komposit karet? bertujuan memanfaatkan serbuk sabut kelapa (cocodust) untuk pembuatan komposit cocodust ? karet lateks sebagai bahan peredam suara dan komposit cocodust-karet padat untuk karpet karet. Penelitian pertama mengenai komposit cocodust-karet lateks untuk peredam suara secara garis besar menggunakan teknologi pembuatan papan partikel yaitu mencapur cocdust sebagai bahan solulose dengan kompon lateks sebagai bahan perekat dengan perbandingan cocodust : kompon lateks divariasi berturut-turut 1 : 1 dan 1 : 1,5, kemudian dicetak dan dipres dengan tekanan variasi berturut-turut 70,90 dan 110 kg/Cm2, setelah itu dijemur selama 3 x 8 jam, dilanjutkan proses vulkanisasi untuk mematangkan kompos lateksnya pada suhu 100 0C selama 3 jam. Hasil optimun dicapai pada perbandingan cocodust : komp. Lateks = 1 : 1 dan tekanan pengepresan 90 kg/Cm2 (komposit dengan kode P 90) dengan sifat fisik kerapatan 0,4933 g/Cm3, kadar air 7,9437%, kuat lentur 4,8802 kg/Cm2, kuat tarik tegak lurus 1,3409 kg/Cm2, kuat pegang skrup 4,528 kg, kemampuan menyerap suara (sound absorption) pada 125 Hz mencapai 95,4% dan hasil kemampuan dipaku baik (tidak retak ). Cara uji merujuk SNI 03-2105-1996 ? Mutu Papan Partikel ?SNI 15-0233-1984? Mutu dan cara uji Lembaran Serat Semen ? dan JIS A 1405-1988 ?Methods of Test for Sound Absorption of Acoustical Materials by The Tube Method?. Penelitian kedua mengenai komposit cocodust ? karet padat untuk karpet karet menggunakan teknologi komponding karet, formulasi berbasis karet, RSS dengan variable jumlah cocodust sebagai bahan pengisi berturut?turut 30,40,50,60 dan 70 phr, bahan aditip lainnya tetap. Kompon komposit cocodust-karet pada yang dihasilkan divulkanisasi pada suhu 150 0C, tekanan 150 kg/Cm2 dalam waktu 10 menit. Hasil optimum dicapai pada penggunaan cocodust 50 phr (komposit dengan kode KKIII) dengan sifat fisika tegangan putus 61,8257 kg/Cm2, perpanjangan putus 306%, kerapatan masa 1,1667 g/Cm3, kekerasan 71,45 shore A, ketahanan papatan 212,9131 N/Cm2, pampat tetap 7,3856% dan ketahanan terhadap pengusangan dipercepat memberikan hasil baik ( tidak retak ). Cara uji merujuk pada SNI 12-1000-1989 ?Karpet karet? | Standar | |
218 | Pemanfaatan kulit ikan pari untuk lapis furniture | 2005 | Ir. Widari Bambang Suroto, B.Sc Abuchori, B.Sc Agustin Suraswati, BE | Penelitian pemanfaatan kulit ikan pari untuk lapis furniture merupakan kegiatan Kelompok Kerja 6301 B, dengan tujuan memperoleh teknologi yang tepat dan sesuai untuk persiapan furniture menggunakan kulit ikan pari. Dan sasarannya adalah furniture yang dilapisi kulit ikan pari. Pada proses penyamakan menggunakan kulit ikan pari awet garam sedangkan furniture yang digunakan adalah meja samping dan kursi. Pada pengujian kelekatan antara kulit ikan pari dan kayu menggunakan tiga jenis lem yaitu lem A, E, dan F. Kulit lekat lem tertinggi diperoleh dari penggunaan E sebesar 3,951 Kg/Cm dan terendah adalah lem A 1.887/Kg/Cm. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dengan teknologi yang tepat dan sesuai, kulit ikan pari dapat dimanfaatkan sebagai lapis furniture. | Kulit | |
219 | Pelatihan Teknologi Pembuatan Garmen Kulit (Jaket) Di Daerah Istimewa Yogyakarta | 2004 | Suyono Wahyu Bintoro | Diseminasi Teknologi Pembuatan Garmen Kulit (Jaket) merupakan kegiatan Proyek Pengembangan Teknologi Industri Kulit, Karet dan Plastik tahun anggaran 2003. Diseminasi Teknologi Pembuatan Garmen Kulit (Jaket) berlangsung selama 10 (sepuluh) hari mulai dari tanggal 21 Juli 2003 sampai dengan tanggal 31 Juli 2003 yang bertempat di Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Jln. Sokonandi No. 9 Yogyakarta. Pelajaran yang diberikan sebanyak 40 session yaitu 3 session pelajaran teori, dan 37 session pelajaran praktek. Peserta yang mengikuti diseminasi ini sebanyak 10 orang yang berasal dari Kabupaten Gunung Kidul 1 orang, Kabupaten Bantul 6 orang, Kotamadya Yogyakarta 1 orang dan Kabupaten Sleman 1 orang, dengan variasi pendidikan dari tingkat SLTA sampai dengan Sarjana. Untuk pelajaran teori, meliputi pengetahuan Garmen Kulit, pengetahuan Desain dan Pola, serta pengetahuan Alat dan Mesin. Sedangkan pelajaran praktek meliputi pembuatan Desain Garmen Kulit, pembuatan Pola Garmen Kulit, Praktek pemotongan Bahan, serta praktek Preparasi dan Penjahitan. Praktek yang dibuat dalam pelatihan ini adalah jaket dari bahan kain drill sebagai prototype sebanyak 10 (sepuluh) jaket dan hasilnya dibawa pulang untuk peserta. Sedangkan pembuatan 5 (lima) buah jaket dari kulit untuk arsip Proyek Pengembangan dan Pelayanan Teknologi Industri Kulit, Karet dan Plastik tahun anggaran 2003. | Kulit | |
220 | PELATIHAN TATAH TEMBUS DAN SUNGGING UNTUK BARANG KULIT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA | 2012 | Drs. Sugeng Dra. Murwati Dian Dwi Antari, B.Sc. SE | Pelatihan Tatah Tembus dan Sungging untuk Barang Kulit di Daerah Istimewa Yogyakarta dilaksanakan di Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik Yogyakarta selama 5 hari dari tanggal : 26 s/d 30 Maret 2012. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia di bidang teknologi pembuatan barang kulit, khususnya kulit perkamen dan meningkatkan nilai tambah produk kulit khususnya kulit perkamen di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan sasaran dari kegiatan ini adalah terwujudnya 15 orang pengrajin yang berkemampuan dan terampil dalam pembuatan barang kulit dari kulit perkamen di Daerah Istimewa Yogyakarta dan terwujudnya peningkatan nilai jual dari kulit perkamen. Jumlah peserta sebanyak 15 orang berasal dari 3 lokasi yaitu ; kodya Yogyakarta, Gendeng, Kasihan dan Pucung, Wukisari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Materi yang disampaikan berupa teori 20 % (Pengetahuan tatah tembus, pengetahuan bahan dan alat, pengetahuan tatah sungging dan kewirausahaan), praktek 80 % ( Praktek pembuatan pola kipas, praktek menatah kipas, praktek menyungging kipas, finishing pemasangan ragangan kipas, praktek pembuatan pola kap lampu, praktek menatah kap lampu, praktek menyungging kap lampu dan finishing pemasangan kap lampu), dengan instruktur dari Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik Yogyakarta dan praktisi dari Kasihan, bantul, Yogyakarta yang kompeten di bidang tatah tembus dan sungging untuk barang kulit. Berdasarkan hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa 15 peserta telah mempunyai kemampuan dan ketrampilan dalam membuat barang kulit tatah tembus dan sungging yang berupa kap lampu dan kipas dengan mutu yang baik. Seluruh peserta sangat antusias dalam mengikuti proses belajar mengajar, baik berupa materi teori maupun praktek, dan seluruh peserta menginginkan agar pelatihan dilanjutkan dengan waktu yang lebih lama. | Kulit |