# | Judul | Tahun | Pelaksana | Abstrak | Kategori | |
---|---|---|---|---|---|---|
141 | ADSORPSI AMONIAK DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN ABU TERBANG BAGAS | 2012 | Rihastiwi Setiya Murti Christiana Maria Herry Purwanti Ira Yuni Pantiwardhani Suyatini | <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:.0001pt;margin-left:35.45pt;text-align:justify;line-height:normal;"><span lang="in" xml:lang="in">Telah dilakukan penelitian tentang Adsorpsi Amoniak dalam Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit menggunakan Abu Terbang Bagas.</span><span lang="in" xml:lang="in"> </span><span lang="in" xml:lang="in">Penelitian </span><span lang="in" xml:lang="in"><span> </span></span><span lang="in" xml:lang="in">ini bertujuan untuk menurunkan kadar N-Amoniak dalam limbah cair industri penyamakan kulit yaitu pada proses tersier, hal ini disebabkan pada proses <em>Deliming</em> (pembuangan kapur) menggunakan Ammonium Sulfat (NH4)<sub>2</sub>SO<sub>4.</sub> Penelitian ini dilakukan secara batch dan kontinyu dengan menggunakan abu terbang bagas yang<span> </span>diaktivasi dengan 0,4 M H<sub>3</sub>PO<sub>4</sub> dan tidak diaktivasi (dicuci dengan air). Penelitian secara batch dilakukan variasi berat abu terbang bagas dan waktu kontak. </span><span lang="in" xml:lang="in">Pada penelitian secara Batch menggunakan abu terbang bagas yang tidak diaktivasi didapatkan kondisi optimum berat abu terbang bagas 2 gram dengan<span> </span>waktu kontak 1 jam. Persamaan yang sesuai adalah Model Persamaan Freundlich. Pada penelitian secara Batch menggunakan<span> </span>abu<span> </span>terbang<span> </span>bagas yang diaktivasi menggunakan Asam pospat 0,4 M didapatkan kondisi optimum berat abu terbang bagas 1,5 gram dengan<span> </span>waktu<span> </span>kontak 3<span> </span>jam. Persamaan yang sesuai adalah Model Persamaan Freundlich. Pada penelitian secara kontinyu, efisiensi removal Amonia menggunakan abu terbang bagas yang tidak diaktivasi untuk kecepatan alir<span> </span>60 mL/menit<span> </span>44,44%<span> </span>dan<span> </span>untuk kecepatan alir 120 mL/menit 38,38% pada waktu kumulatif 420 menit. Efisiensi removal Amonia menggunakan abu terbang bagas yang<span> </span>diaktivasi dengan 0,4 M H<sub>3</sub>PO<sub>4</sub> untuk kecepatan alir<span> </span>60 mL/menit<span> </span>37,50%<span> </span>dan<span> </span>untuk kecepatan alir 120 mL/menit 33,07% pada waktu kumulatif 420 menit. Penelitian menggunakan abu terbang bagas yang diaktivasi dan tidak diaktivasi memberikan hasil tidak jauh berbed, untuk itu penelitian ke depan akan menggunakan abu terbang bagas yang tidak diaktivasi.</span></p> | Kulit | |
142 | PEMANFAATAN TANIN DARI KULIT KAYU TINGI (Ceriops tagal) SEBAGAI BAHAN PENYAMAK NABATI | 2013 | Ir. Titik Purwati Widowati, MP (Koordinator) Ir. Emiliana Kasmudjiastuti (Peneliti Utama) Sri Sutyasmi, B.SC, ST (Peneliti) Iwan Fajar Pahlawan, S.Pt (non aktif:study S2) | Bahan penyamak nabati adalah suatu bahan yang berasal dari tumbuhan yang berbeda konsentrasinya dalam bagian tanaman seperti buah, akar, daun, kayu, kulit kayu yang disebut dengan tanin. Tanin dapat mengubah kulit yang tadinya bersifat labil menjadi stabil. Indonesia kaya akan sumber daya alam yang banyak sekali menyimpan sumber tanin sebagai bahan penyamak nabati, salah satunya adalah pohon tingi ( <em>Cerios Tagal</em> ). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas tenin dari ektrak kulit kayu tingi sebagai bahan penyamak nabati dan untuk mengetahui kualitas kulit lapis dari kulit kambing yang disamak menggunakan ekstrak tanin dari tingi yang dikombinasi kan dengan alum. <br /><br /> Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam 3 (tiga) tahap yaitu penyamakan kulit lapis menggunakan tingi puder (perusahaan), ekstraksi kulit kayu tingi untuk mendapatkan larutan dan proses penyamakan kulit lapis menggunakan ekstrak larutan. Untuk tingi berupa puder, variasi yang dipakai adalah konsentrasi 15, 20, 25, dan 30%, penambahan alum dibuat tetap (4%), sehingga 4 perlakuan yaitu T15A, T20A, T25A, dan T30A. Sedangkan untuk tingi berupa ekstrak larutan variasi yang dipakai adalah dengan penambahan alum 4% dan 6% yang dilakukan sebelum dan sesudah penyamakan dan juga variasi penambahan mimosa, sehingga ada 8 perlakuan yaitu TA4, TA6, TMA4, TMA6, A4T, A6T, AT4M dan A6TM. Analisa yang digunakan meliputi pengujian sifat kimiawi, fisis dan SEM. Sifat kimiawi yang dianalisis meliputi uji derajad penyamakan, kadar tanin terikat, suhu kerut, pH, kadar zat larut dalam air dan kadar abu jumlah. Sifat fisis yang dianalisis meliputi uji penyamakan, kekuatan tarik, kemuluran dan ketahana gosok cat. Analisa data menggunakan statistik <em>T-Test</em> dan <em>One Way Anova</em>. Hasil uji derajad penyamakan, suhu kerut, dan kadar tanin terikat dianalisis menggunakan T-Test. Hasil uji kadar zat larutan dalam air, kadar abu jumlah, kekuatan tarik dan kemuluran dianalisis menggunakan <em>One Way Anova</em>. <br /><br /> Hasil penelitian menunjukan bahwa kulit kayu tingi dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyamak nabati dan efektif untuk digunakan sebagai bahan penyamak nabati baik berupa puder maupun berupa ekstrak larutan dengan menambahkan alum. Perlakuan yang paling optimal untuk menggunakan puder tingi adalah T15A (penggunaan tingi puder 15% diikuti penambahan alum 4%) dengan hasil : derajat penyamakan 52,43% ; kadar tanin terikat 23,7% ; suhu kerut 68°C; pH 4,64; kadar zat larut dalam air 1,4%; kadar abu jumlah 1,36%; penyamakan masak; kekuatan tarik 329,32 kg/cm<sup>2</sup> ; kemuluran 52,6% ; ketahanan gosok cat 4/5 (kering) dan 3 (basah). sedangkan yang paling optimal untuk penggunaan ekstrak larutan tingi adalah TA4 ( Penggunaan larutan tingi 200% 1°Be, 150% 3°Be, 100% 5°Be diikuti penambahan alum 4% ) dengan hasil : derajat penyamakan 96,37% ; kadar tanin terikat 35,85% ; suhu kerut 86°C; pH 3,78; kadar zat larut dalam air 0,89%; kadar abu jumlah 0,73%; penyamakan masak; kekuatan tarik 370,65 kg/cm<sup>2</sup> ; kemuluran 36,52% ; ketahanan gosok cat 5 (kering) dan 4 (basah). keduanya memenuhi persyaratan Ethiopia Standar ES 1185: 2005, <em>Leather - Lining Leather-Specification.</em> Hasil SEM (Scanning Electron Micreoscopic) menunjukan bahwa penggunaan alum pada penyamakan menggunakan tanin tingi dapat menaikan fiksasi dan dan penetrasi bahan penyamak nabati (tanin) kedalam jaringan kulit, sehingga struktur jaringan kulit nampak lebih kompak mengidentifikasikan proses penyamakan penggunakan tingi diikuti alum akan membentuk cross linking dengan kolagen. | Kulit | |
143 | DESAIN DAN PENERAPAN ORNAMEN KONTEMPORER PADA SEPATU KULIT DENGAN TEKNIK EMBOSS | 2013 | Hardjaka, A.Md., M.Sn. (Koordinator) Ir. Suliestyah Wrd (Peneliti Utama) | <p class="MsoNormal"><span>Penelitian ini merupakan penelitian teknik produksi pada penerapan Desain dan Ornamen Kontemporer pada Sepatu Kulit Dengan Teknik Emboss yang bertujuan untuk membuat sepatu wanita dan pria dari kulit yang berornamen kontemporer dengan teknik emboss untuk keperluan fashion. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif untuk membuka wacana baru dalam perspektif teknologi emboss pada sepatu melalui dari berbagai referensi baik tertulis serta sumber rekaman lainnya. </span><span><br /></span></p> <p class="MsoNormal"><span>Pemaparan hasil penelitian ini dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu pembahasan dalam lingkup desain dan pembahasan dalam lingkup realisasi. Dalam lingkup desain, dipaparkan suatu proses desain dari suatu situasi pengembangan desain sepatu semi boot yang menjelaskan proses dan hasil pengembangan desain, perencanaan sederhana dari hasil desain, sedangkan dalam ranah realisasi mencakup : penelitian awal teknik emboss yang akan diterapkan pada embossing pada kulit ; pemecahan yang paling memungkinkan dari hasil penelitian awal yaitu pemilihan teknik emboss yang tepat; hingga gambar kerja yang siap menjelaskan seluruh proses dari desain, teknik emboss hingga pembuatan sepatu. Sedangkan lingkup realisasi yaitu prose penerapan emboss dan pembuatan sepatu.</span> </p> | Kulit | |
144 | PEMBUATAN KULIT JAKET RAMAH LINGKUNGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENYAMAK NABATI | 2013 | Sri Waskito BSc. SE (Koordinator) Drs. Ir. Prayitno Apt,MSc (Peneliti Utama) | <span>Penelitian pembuatan kulit jaket ramah lingkungan dilakukan dengan menggantikan bahan penyamak khrom yang pada umumnya dilakukan untuk penyamakan kulit untuk saat ini dengan menggantikan dengan bahan penyamak yang akrab lingkungan. Dalam penelitian ini digunakan bahan samak nabati, salah satu kekurang bahan penyamak nabati dibanding dengan bahan penyamak khrom adalah sifat elaksitas dan kelemasan dari kulit yang dhasilkan. Untuk memperbaiki kekurangan ini maka perlu dicari bahan pembantu penyamak yang dapat memperbaiki sifat elastisitas dan kelamasan kulit jadi yang dihasilkan, dalam penelitian ini digunakan kombinasi minyak sintetis dan minyak alami. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa kulit pickle domba setelah dilakukan pencucian berturut-turut direbating, bleaching, direpikcle baru dilakukan penyamakan dengan auxilary tanning dan bahan penyamak nabati Mimosa. Mimosa digunakan dalam proses penyamakan sebesar 20% dari berat kulit pickle, dengan lama pemutaran drum sekitar 4 jam 30 menit, didiamkan semalam dan dilakukan pengecekan terhadap suhu kerut, suhu kerut dikehendaki diatas </span>75°C<span>, bila suhu kerut belum tercapai dilakukan penambahan bahan penyamak Mimosa dan dilakukan pemutaran sampai suhu kerut tercapai yang menandakan kulit sudah masak. Kemudian dilakukan shaving untuk mendapatkan ketebalan sampai 0,6 mm baru di wetting back, striping dan netralisasi. Proses selanjutnya adalah retanning dengan menggunakan bahan retanning dari turunan formaldehyde dan jenis polymeric retanning agent. Dilakukan dengan proses peminyakan dengan konsentrasi minyak yang divariasi 13% kombinasi 18% minyak sintetis dan 5% minyak alami; 14% kombinasi 6,5% minyak sintetis dan 7,5% minyak alami; 15% kombinasi 5% minyak sintetis dan 10% minyak alami; 16% kombinasi 3,5% minyak sintetis dan 12,5% minyak alami; 17% kombinasi 2% minyak sintetik dan 15% minyak sintetis. Dilanjutkan dying dan fixsasi, setelah ageing semalam dan dikeringkan dilakukan finishing. Hasil percobaan kemudian dilakukan pengujian organoleptis maupun fisis sesuai SIN 4593 – 2011, kulit jaket domba/kambing. Hasil uji selanjutnya dianalisis statistik yaitu dengan analisis variance untuk menentukan angka F dilanjutkan dengan analisa LSD, dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%. Dari hasil analisa statistic diketahui dengan bahan penyamak Mimosa 20, dan fatliquoring 15% dengan kombinasi minyak sinthetis 6,5% dan minyak alami 8,5% menghasilkan kulit jaket yang memenuhi persyaratan SNI.</span> | Kulit | |
145 | Finishing Kulit Reptil dengan Berbagai Tipe Finish | 2014 | Ir. Niken Karsiati (Koordinator) Ir. Emiliana Kasmudjiastuti (Peneliti Utama) Sri Sutyasmi, B.Sc., S. T. (Peneliti) Rihastiwi Setiya Murti, S.Si. (Peneliti) | <p align="justify" class="MsoNormal" style="text-align:justify;">Kulit biawak dan ular merupakan kulit<em> exotic</em> karena memiliki rajah yang unik, oleh karena itu dalam proses finishingnya rajah asli dari binatang tersebut perlu dipertahankan agar tampak alami. Untuk memberikan kesan alami maka tipe finish yang digunakan diantaranya natural, aniline dan semi anilin. Tujuan penelitian<span> </span>ini adalah untuk memperoleh kulit jadi<span> </span>(<em>finished leather</em>) dari<span> </span>kulit reptil (kulit biawak dan ular) dengan berbagai tipe finish yang mempunyai pegangan dan penampilan yang natural<span> </span>(<em>natural feeling and appearance</em>). Dalam penelitian ini variasi yang dilakukan meliputi variasi jenis penyamakan (nabati dan krom) dan variasi tipe finish (natural, anilin, semi aniline dan two tone) dengan penggunaan bahan finishing yang bervariasi. Uji yang dilakukan yang terkait dengan finishing kulit yaitu uji ketahanan gosok cat, kekuatan rekat cat tutup dan organoleptis dan didukung dengan uji fisik yaitu kekuatan tarik dan kemuluran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil <span> </span>yang terbaik untuk kulit biawak samak nabati adalah menggunakan tipe finish natural dengan casein powder dan kulit biawak samak krom tipe finish aniline dengan binder protein. Hasil uji tersebut memenuhi persyaratan SNI 06-4362-1996, Kulit biawak untuk atasan sepatu.Untuk kulit ular samak nabati tipe finish natural dengan binder protein dan kulit ular samak krom tipe finish aniline dengan binder protein. Hasil uji tersebut juga memenuhi persyaratan SNI 06-4586-1998, Kulit jadi dari kulit ular air tawar samak krom.</p> | Kulit | |
146 | Aplikasi Motif Batik Modern pada Bahan Kulit | 2014 | Sri Waskito., B.Sc., SE (Koordinator) Sri Sutyasmi., ST (Peneliti Utama) Ir. Emiliana Kasmudjiastuti (Peneliti) Rihastiwi Setiya Murti, S.Si. (Peneliti) | <p style="text-align:justify;" class="MsoNormal">Perkembangan Batik semakin meningkat, demikian juga dalam hal <em>fashion</em> seperti tas kulit dan dompet kulit yang di batik. Selama ini di pasaran kulit batik hanya dari kulit nabati sehingga kaku dan kurang bagus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bahan kulit jadi (<em>finish leather</em>) dari berbagai penyamakan kulit yang bisa dibatik dan dapat digunakan untuk pembuatan tas atau dompet dengan motif batik yang berkualitas baik. Kulit <em>pickle</em> disamak dengan 5 variasi penyamakan yaitu samak krom, samak kombinasi krom-syntan, krom- aldehid, krom-alum, dan samak nabati. Masing-masing penyamakan divariasi kadar minyaknya yaitu 2, 4 dan 6 %. Selanjutnya kulit dibatik dengan variasi batik tulis dan batik cap. Kemudian kulit di finish dengan lak, baru diuji fisis yaitu kekuatan tarik, kemuluran, kekuatan retak cat tutup, ketahanan gosok cat dan kekuatan rekat cat tutup. Hasil uji kekuatan retak cat tutup terbaik adalah batik tulis kulit nabati (N6) dengan nilai 0,6 dan batik cap kulit nabati (N4) dengan nilai 0,66. Selain itu juga uji FTIR dan uji morfologi kulit untuk kulit krom 2% minyak dan kulit yang lain 6 % minyak. Hasil uji fisis menunjukkan bahwa semua variasi penyamakaan kulit dapat dibatik. Hasil uji fisis kulit batik cap lebih bagus dari kulit batik tulis. Hasil uji kulit hasil penelitian lebih bagus dari kulit yang ada di pasaran, Hasil uji FTIR rata-rata puncak berada pada 1000 – 750. </p> | Kulit | |
147 | Pembuatan Kulit Atasan Sepatu Tahan Suhu Dingin | 2015 | Drs. Ir.Prayitno, Apt,M.Sc Sri Waskito,SE Ir. Emiliana Kasmudjiastuti Heru Budi Susanto,SE., MT | <div align="justify">Penelitian pembuatan kulit atasan sepatu tahan suhu dingin bertujuan untuk mendapatkan formulasi untuk proses pembuatan kulit atasan sepatu yang mempunyai ketahanan pada suhu dingin. Bahan yang digunakan Kulit sapi Wet blue dan pickle, Garam, Na.Formiat, Tanigan OC, Na.Bicarbonat, Mimosa, Neutralising Sintan, Resin Akrilik, Tanigor SGN, Sincal MS, Cat Dasar, Derminiol SBJ, Derminol SPE, Anti Jamur, Asam formiat, Hexaflor, RA2, RU3906, BI 372, FI11250, Penetrator, Pigment, Lack netral, thier super dan KS, serta alat yang digunakan drum penyamakan, alat pengetaman, alat staking, alat pementangan, alat plating serta alat uji kuat tarik, penyerapan air, permibilitas air dan uap air, uji ketahanan gosok cat,alat uji flexing. Dalam penelitian ini percobaan disusun secara faktorial dalam rancangan acak lengkap, terdiri dari 5 (lima) taraf perlakuan konsentrasi water repellent untuk 2 (dua) jenis bahan penyamak krom dan nabati. Tiap taraf perlakuan mendapatkan tiga kali ulangan sehingga terdapat 30 unit percobaan dan tiap satuan pengamatan terdiri dari 1 side kulit. Penelitian dilakukan dengan memvariable bahan penyamak dengan bahan penyamak krom dan nabati dan tiap jenis bahan digunakan Water repelent yang divariasi 5,00; 7,50; 10,00; 12,50 dan 15% hasil dianalisa untuk mengetahui jumlah jenis dan jumlah bahan penyamak yang dapat memberikan sifat-sifat kulit atasan yang waterproof dan tahan dingin. Kulit atasan sepatu tahan dingin dapat dibuat dengan menggunakan samak khrom dengan menggunakan water repelent dari derifat fluorinated polimer dengan kadar minimal 7.5 % dengan memberikan kemampuan penyerapan air kurang dari 30% yang merupakan syarat umum kulit tahan suhu dingin. Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati tanpa penggunaan bahan retaning khrom tidak bisa digunakan untuk membuat kulit atasan sepatu tahan dingin, terutama kelemahannya pada penyerapan uap air yang masih tinggi.</div> | Kulit | |
148 | Peningkatan Mutu Kulit Reject dengan Aplikasi Berbagai Motif/ Drug untuk Shoe Upper | 2015 | Ir. Emiliana Kasmudjiastuti Drs. Ir.Prayitno, Apt,M.Sc Dr. Sc. Bidhari Pidhatika, ST.,M.Sc Gressy Griyanitasari, S.Pt | <div align="justify">Berbagai metode finishing dapat dilakukan untuk menyamarkan cacat kulit yang ada di permukaan kulit, antara lain dengan cara memberikan grain/motif buatan pada permukaan kulit atau pada kulit split atau kulit corrected grain. Maksud dari upaya tersebut di atas adalah untuk memodifikasi sifat-sifat pada permukaan kulit, memperbaiki sifat-sifat kulit, meningkatkan nilai tambah, dan meningkatkan performance kulit jadi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan mutu kulit sapi wet blue kulit kualitas rendah dengan motif/drug, mengetahui pengaruh jumlah binder poliuretan terhadap kualitas kulit sapi dan mengetahui pengaruh motif/drug terhadap kualitas kulit sapi. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit wet blue kualitas reject. Variasi perlakuan pada penggunaan jumlah binder RU (100, 150, 200 bagian) dan jenis motif (buaya, burung onta, ikan hiu dan milled). Dari parameter uji yang dilakukan terkait dengan finishing (ketahanan gosok cat, kekuatan bengkuk, kekuatan rekat cat tutup, WVP dan WVA) memenuhi persyaratan. Untuk sifat kekuatan (strength properties) seperti kekuatan sobek dan kemuluran juga memenuhi persyaratan, kecuali untuk kekuatan tarik sebagain besar tidak memenuhi persyaratan. Hasil uji terkait mutu performance yang dinilai panelis (kelemasan, pegangan dan kenampakan) secara organoleptis nilai terbaik adalah pada penggunaan binder RU 200 bagian dengan motif ikan hiu dengan nilai 83.4 ± 4.8 (baik). Hasil pengamatan mikroskopik menunjukkan kulit dengan motif ikan hiu strukturnya lebih padat dan kompak dibanding motif buaya, burung onta dan milled. Perlakuan optimal pada penelitian ini adalah penggunaan binder PU 200 bagian dengan motif ikan hiu. </div> <p align="justify"> </p> | Kulit | |
149 | Pengembangan Penyamakan Kulit Ramah Lingkungan (Bebas Khrom) dengan Bahan Penyamak Nabati untuk Kulit Bagian Atas Sepatu (Shoe Upper) | 2016 | Ir. Emiliana Kasmudjiastuti Dr. Sc. Bidhari Pidhatika, ST, M.Sc Iwan Fajar Pahlawan, S.Pt Gresy Griyanitasari, S.Pt | <div align="justify">Penyamakan menggunakan chrome (III) disinyalir akan terbentuk chrome (VI) bersifat karsinogenik yang dapat membahayakan kesehatan manusia (tidak ramah lingkungan). Penyamakan nabati dianggap sebagai pilihan ramah lingkungan (bebas krom) yang cocok untuk menggantikan penyamakan krom. Namun, penyamakan nabati memiliki beberapa kekurangan karena stabilitas terhadap panas rendah disbanding samak krom. Oleh karena itu perlu kombinasi bahan penyamak nabati dengan Aluminium, yang diharapkan akan<span> </span>menghasilkan kulit dengan stabilitas hidrotermal yang tinggi (suhu kerut meningkat).<br /><br /> Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh jenis dan kadar bahan penyamak nabati (Mimosa, Chesnut dan Quebracho) dan jumlah aluminium terhadap peningkatan suhu kerut<span> </span>kulit<span> </span>tersamak dan mengetahui kualitas kulit<span> </span>bagian atas sepatu dari kulit sapi. Variasi dilakukan terhadap jenis bahan penyamak (Mimosa, Chesnut dan Quebracho), kadar bahan penyamak (15, 20, 25%) dan<span> </span>kadar Alum (3, 6 dan 9%), sehingga jumlah perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah 28 termasuk kontrol.<br /><br /> Pengujian yang dilakukan meliputi uji kimia (kadar nitrogen, kadar zat kulit mentah, kadar tanin terikat dan derajat penyamakan); uji fisis (suhu kerut, tebal, kekuatan sobek, ketahanan gosok cat, kekuatan tarik, kemuluran, ketahanan bengkuk, ketahanan letup, penyerapan air dan WVP, SEM, dan DSC.<br /><br /> Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Alum (tawas) setelah penyamakan baik menggunakan<span> </span>bahan penyamak<span> </span>Mimosa, Quebracho,<span> </span>maupun Chesnut ternyata mampu menaikkan suhu kerut, meskipun Aluminium yang digunakan bukan Aluminium Sulfat yang di ligand dengan asam tartrat dan asam sitrat. Perlakuan optimal pada penelitian ini adalah penggunaan 20% Mimosa + 3%Alum, dengan<span> </span>hasil sebagai berikut: suhu kerut 95,67 ºC (konvensional) dan 115 ºC (menggunakan alat DSC); derajat penyamakan 55,89%; tebal 55,89 mm; kekuatan sobek 45,46kg/cm; ketahanan gosok cat 4/5 (kering,basah); penyerapan air 79,01 dan 84,51% (2 jam dan 24 jam); ketahanan letup 1708,68 Psi; kekuatan tarik<span> </span>179,45 kg/cm2 ; kemuluran<span> </span>50,81 %; ketahanan bengkuk : nerf dan cat tidak retak; WVP 6,18 mg/cm2.jam. Pengamatan secara mikroskopi menggunakan SEM, menunjukkan bahwa struktur jaringan yang tadinya berongga menjadi kompak, setelah penambahan Alum (tawas). </div> | Kulit | |
150 | Aplikasi Teknologi C-RFP untuk Penyamakan Kulit Lemas sebagai upaya Penanggulangan Limbah Krom Industri Penyamakan | 2015 | Sri Sutyasmi, B.Sc, ST Ir. Titik Purwati Widowati, MP Heru Budi Susanto, SE.,MT Noor Maryam Setyadewi, ST., MT | <div align="justify">Kulit lemas seperti kulit jaket umumnya masih menggunakan bahan penyamak krom. Keuntungan bahan penyamak krom antara lain adalah menghasilkan kulit lemas (seperti kulit garmen, jaket) yang mempunyai ketahanan fisik yang kuat dan waktu prosesnya relatif cepat. Disisi yang lain bahan penyamak krom mempunyai kelemahan terutama pada limbah yang dikeluarkan mengandung B3. Untuk itu perlu dilakukan penelitian pembuatan kulit lemas dengan samak nabati menggunakan sistem C-FRP. Penyamakan menggunakan sistem C-FRP ini jauh lebih cepat yaitu hanya 4 Jam, sedangkan cara konvensional adalah 18 –20 jam. Kulit pickle dikondisioning dengan Sootan TSN selanjutnya disamak tanpa air dengan bahan penyamak nabati (mimosa, quebracho dll). Hasil penyamakan yang dilakukan dengan bahan penyamak nabati sistem C-RFP menghasilkan kulit jadi yang tidak gembos/lemas dan dapat digunakan sebagai kulit jaket yang elastis dan mempunyai kekuatan sobek yang memadai. Hasil uji fisis kulit hasil penyamakan dengan sistem C-RFP masing-masing mempunyai tebal yang relatif sama antara (0,6 –0,7) mm, dengan mempunyai kekuatan tarik dan kemuluran memenuhi persyaratan SNI 4593:2011 - Kulit jaket domba/kambing, demikian juga untuk uji ketahanan gosok basah maupun keringnya, juga uji tembus uji uap air. Hasil uji SEM dari semua variasi terlihat bahwa semua kulit hasil penelitian terlihat jaringan kulit padat dan kompak. </div> | Kulit | |
151 | Aplikasi Minyak Kelapa Sawit (Elaeis Guenensi JACQ)sebagai Bahan Peminyakan Kulit (Fatliquoring) | 2017 | Ir. Emiliana Kasmudjiastuti Drs. Ir. Prayitno, Apt., M.Sc. Gressy Griyanitasari, S.Pt. Rihastiwi Setiyamurti, S.Si., M.Sc. Dona Rahmawati, S.Tp. | Proses peminyakan merupakan salah satu tahapan proses penyamakan kulit yang bertujuan untuk menjadikan kulit, fleksibel , liat, lunak dan lemas sesuai tujuan penggunaan kulit.Minyak sulfonasi/sulfatasi banyak digunakan untuk industri kulit, yang berasal dari minyak ikan, hewan, nabati dan sintetis. Secara kimia minyak ikan, hewan dan nabati mengandung trigliserida. Minyak yang digunakan untuk peminyakan umumnya menggunakan minyak yang sudah di sulfatasi atau sulfonasi yang berasal dari minyak ikan, hewan dan nabati. Minyak sulfonasi/sulfatasi banyak digunakan untuk industri kulit karena dapat memberikan dispersi minyak yang baikdan tidak sensitif terhadap asam. Tujuan penelitian untuk mengetahui optimasi/kondisi optimum sulfatasi minyak kelapa sawit yang cocok untuk proses peminyakan kulit. Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah minyak kelapa sawit curah (tidak bermerek) dan bahan lain seperti H2SO4, NaCl dan NaOH. Variabel yang diamati meliputi jumlah H2SO4 dengan waktu pengadukan selama proses sulfatasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi studi pustaka, karakterisasi minyak kelapa sawit, pra penelitian, penelitian, pengujian, analisa data, dan evaluasi. Pengujian dilakukan terhadap minyak sulfat yang dihasilkan dan kulit jadi hasil aplikasi minyak sulfat pada kulit. Pengujian minyak sulfat yang dilakukan meliputi uji tingkat kelarutan dalam air, kestabilan emulsi, pecahnya emulsi, kadar air, pH, kadar minyak, total alkalinitas, angka penyabunan, kadar abu dan kadar SO3 terikat. Pengujian kulit yang dilakukan meliputi uji kekuatan tarik, kemuluran, kelemasan dan kadar minyak dalam kulit. Hasil Penelitian menunjukan bahwa sulfatasi minyak kelapa sawit dengan perlakuan 25% H2SO4 (3jam) adalah yang terbaik dibandingkan sampel lainnya. Minyak sulfat yang diperoleh sifat kelarutannya dalam air stabil sampai 1 jam, tampak seperti susu (3= milky). Suhu pecah emulsi, pada temperatur 55°C. Kadar air = 6,47%; pH = 8; kadar minyak = 81,28%; Angka penyabunan = 192,74%; Total alkalinitas = 0,25%; Kadar abu = 2,77%; kadar SO3 terikat = 7,68% memenuhi persyaratan minyak sulfat IS: 6357 – 1971. Aplikasinya pada kulit memberikan kekuatan tarik = 286,50 kg/cm2; kemuluran = 63,33%; kelemasan = 3,92 mm dan kadar minyak dalam kulit = 10,15%. | Kulit | |
152 | Penyamakan Kulit Softy dari Kulit Ikan Pari | 2018 | Gresy Griyanitasari, S.Pt. Umi Reza Lestari, S.T.P. Dona Rahmawati, S.T.P. Iwan Fajar Pahlawan, S.Pt., M.Si. Syaiful Harjanto, S.T. Eka Lusiana, A.Md. | In-house research | Kulit | |
153 | Aplikasi Nanosilver sebagai Anti Bakteri dan Anti Jamur pada Kulit Tersamak | 2018 | Ir. Emiliana Kasmudjiastuti Dr. Dra. Eli Rohaeti, M.Si. (UNY) Rihastiwi Setiya Murti, S.Si., M.Sc. Tiyastiti Suraya, S.Si. Asri Dwi Pratiwi. A.Md. | In-house research | Kulit | |
154 | Judul Belum ada | 2005 | Ir. Emiliana Kasmujiastuti, Widhiati, B.Sc Bambang Wiradono, B.Sc, Sofia Budi Cahyani | Zat Warna Alam Indigo merupakan zat warna yang berwarna biru yang dihasilkan dari fermentasi daun dan ranting dari tanaman indigofera dalam bentuk pasta. Dahulu pernah populer penggunaannya terutama dalam industri tekstil dan konon pernah pula digunakan untuk pewarnaan kulit terutama untuk kulit berbulu tersamak (fur). Dalam upaya penerapan teknologi bersih dengan menggunakan bahan pewarna untuk kulit yang ramah lingkungan maka dicoba diaplikasikan ke Kulit kelinci berbulu tersamak dan kulit bludru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimun zat warna alam indigo pada proses penyamakan kulit bludru ( kulit kambing ) dan kulit kelinci tersamak. Dilakukan dalam tiga tahap yaitu : I. Tahap pra penelitian untuk mendapatkan konsentrasi optimun zat warna alam indigo pada proses pewarnaan kulit bludru ( kulit kambing ) dan kulit kelinci berbulu tersamak; 2. Tahap penelitian, untuk menerapkan hasil pra penelitian dengan menggunakan konsentrasi yang optimun dan sebagai pembanding digunakan zat warna sintetis; 3. Tahap penerapan hasil penelitian menjadi produk jadi berupa rompi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi optimun pada pewarnaan kulit bludru yaitu pada perlakuan S93 ( konsentrasi 9% pada dyeing dan 1,5% pada topping ) dan kulit kelinci berbulu tersamak pada pelakuan F 92 ( konsentrasi 9 % pada dyeing dan 1% pada topping ). Zat warna alam indigo dapat digunakan untuk pewarnaan kulit, tidak hanya untuk kulit kelinci berbulu tersamak tetapi juga untuk kulit bludru. Dalam aplikasinya ke kulit bludru memberikan hasil yang lebih baik dibanding aplikasinya ke kulit kelinci berbulu tersamak. Yaitu pada uji kerataan warna, ketahanan gosok cat ( kering dan basa ) dan ketahanan terhadap sinar matahari (7 jam). Jika dibandingkan dengan zat warna sintetis, maka penggunaan zat warna alam indigo memberikan keunggulan dalam sifat ketahanan terhadap keringat ( nilai 5 = baik sekali ) | Karet | |
155 | Pelatihan pembuatan barang Kulit Ikan pari di Nusa tenggara Barat | 2005 | Th. Widiarti,B.Sc | Pelatihan Pembuatan Barang Kulit Ikan Pari di Nusa Tenggara Barat ini merupakan kegiatan Proyek Pengembangan dan Pelayanan Teknologi Industri Kulit, karet dan Plastik Yogyakarta. Kegiatan ini berupa pendidikan dan pelatihan terhadap 20 ( dua puluh ) orang peserta yang terdiri dari perajin dan Pembina yang berada di Mataram Nusa Tenggara Barat dan sekitarnya, Pelatihan ini berlangsung dari Tangal 25 Agustus s/d 3 September 2004. Pelajaran yang diberikan meliputi 65 session, meliputi 9 session pelajaran teori dan 56 session pelajaran praktek. Pelajaran teori terdiri dari Teori Pengetahuan Pemasaran, teori Pengtahuan Permodalan, teori Pengetahuan Desain dan Pola, Teori Pengetahuan Mesin dan Alat. Teori Pengetahuan Barang Kulit, Pelajaran Praktek terdiri dari : Praktek Pembuatan Pola Baran Kulit dan Praktek Pembuatan Barang Kulit. Hasil Praktek dibuat masing-masing peserta adalah 1 ( satu 0 buah dompet pria dan 1 ( satu ) buah dompet wanita, ini diterimakan bagi peserta, sebagai contoh, untuk mereka didalam Pembuatan Barang Kulit Ikan pari. Pada akhir pelatihan, seluruh peserta yang dinyatakan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, mendapatkan sertifikat. Dari hasil pelaksanaan pelatihan ini dapat disimpulkan bahwa para perajin maupun Pembina sebagai peserta pelatihan, memberi tanggapan yang baik, bersemangat dan mengharapkan adanya tindak lanjut dengan diselenggarakannya pelatihan dalam hal pembuatan ikat pinggang, tas maupun pesrsepatuan dengan peserta yang sama, agar mereka dapat meperoleh ilmu tentang pembuatan barang kulit lebih banyak lagi, sehingga dapat mengembagkan diri dalam taraf keahlian yang lebih professional dalam memproduksi barang kulit dengan mutu yang baik. | Karet | |
156 | Penerapan Pembuatan Karet Bantalan Mesin Kendaraan Bermotor Yang Memenuhi SNI | 1998 | Dra. Supraptiningsih A. Buchori Bsc H.J. Supardal | Penelitian penerapan ini bertujuan untuk mendapatkan karet bantalan mesin kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan SNI 06 ? 1540 ? 1989 karet bantalan mesin kendaraan bermotor ?Karet bantalan mesin kendaraan bermotor dibuat dari bahan karet alam (RSS) dan karet sintetis (SBR) dengan penambahan bahan-bahan pembantu (ingredient). Kompon karet bantalan mesin dibuat dengan formula tertentu dengan memveriasikan RSS/SBR : 50/50 : 60/40 : dan 70/30 bagian serta carbon black : 70; 80 dan 90 bagian, Kompon yang didapat sebanyak 9 kompon diuji sifat fisisnya meliputi: tegangan putus, perpanjangan putus, kekerasan, pampat tetap, aging tegangan putus dan perpanjangan putus serta pengembangan volume dan berat. Perhitungan Statistik menunjukkan bahwa variasi RSS/SBR dan carbon black sangat berpengaruh pada sifat fisis yang diuji. Kompon karet yang memenuhi persyaratan SNI 06-1540-1989 yaitu kompon dengan jumlah RSS/SBR 60/40 dengan carbon black 80 bagian dibuat/diterapkan menjadi barang jadi karet bantalan mesin di Industri karet Bandung. | Karet | |
157 | Peningkatan Teknologi Pembuatan Barang Jadi Kulit Buaya (Sepatu Dan Tas) Di Irian Jaya | 1998 | Suramto Syamsuirsyam Rosma Radjagukguk | Peningkatan teknologi pembuatan barang jadi kulit buaya (sepatu dan tas) di Propinsi Dati I Irian Jaya bertujuan untuk memberikan pengetahuan di bidang teori dan praktek pembuatan pola dengan sistem copy of last. Menambah pengetahuan di bidang pembuatan sepatu dengan bahan kulit buaya dikombinasikan dengan kulit boks serta untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam teknologi pembuatan barangjadi berupa tas atau dompet dari kulit buaya, khususnya pada perajin atau calon perajin kulit di Propinsi Dati I Irian Jaya. Tempat pendidikan dan pelatihan dilaksanakan di Merauke Irian jaya selama 13 hari (tanggal 4 Nopember 1996 s/d 18 Nopember 1996) untuk pembuatan barang jadi sepatu serta selama 7 hari (tanggal 4 Nopember 1996 s/d tanggal 11 Nopember 1996) untuk pembuatan barang jadi tas/dompet, yang diikuti oleh 10 orang peserta pada masing-masing pelatihan. Materi pelajaran yang diberikan berupa teori dan praktek, yang dalam penyampaiannya disertai dengan diskusi. Hasil praktek yang dapat dikerjakan dalam pendidikan dan latihan barang jadi sepatu adalah setiap peserta dapat membuat 3 model/desain sepatu. Dengan metoda para peserta dibuat kelompok yang anggotanya terdiri 2 (dua) orang peserta, maka didapatkan sepatu sebanyak 15 pasang sepatu dengan rincian sebagai berikut : 5 pasang sepatu pria model derby, 5 pasang sepatu pria model pantofel serta 5 pasang sepatu model pump. Hasil praktek pada pelatihan barang jadi tas/dompet adalah menyelesaikan membuat pola serta membuat barang jadi kulit berupa barang bentuk tas wanita dan bentuk dompet pria. Rincian hasil pembuatan pola adalah setiap peserta menyelesaikan 2 (dua) buah tas wanita 2 (dua) buah dompet (pria/wanita) serta sebuah tas pria. Sedang pada praktek pembuatan barang jadi berupa tas yaitu satu kelompok terdiri 2 orang peserta menyelesaikan 1 (satu) buah tas wanita sedang untuk barang bentuk dompet seorang peserta 1 (satu) buah dompet pria | Karet | |
158 | Pengembangan Teknologi Proses Dan Penerapan Lateks Alam Iradiasi Kopolimer (Laik) Sebagai Lem Pada Pembuatan Sepatu Kanv | 1998 | Ir. Penny Setyowati Dra. Sri Nadilah Dra. Murwati | Kegiatan ? Pengembangan teknologi proses dan penerapan lateks alam iradiasi kopolimer (LAIK) sebagai lem pada pembuatan sepatu kanvas ? meliputi tahap pra penerapan dilanjutkan dengan tahap penerapan di industri sepatu. Pada tahap pra penerapan dilaboratorium dilakukan percobaan perekatan antara lembaran karet dengan kanvas menggunakan 6 jenis lem LAIK yaitu M33LK, M43LK, M50lk, M33LI, M43LI dan M50LI. Kondisi perekatan bervariasi : dipres dengan tekanan 4 kg/cm2 pada suhu kamar (pres dingin) selama 2 menit, suhu 100o C selama 10 detik, suhu 120oC selama 10 detik dan suhu 150oC selama 10 detik. Pada tahap pra penerapan ini, hasil kuat rekat antara karet kanvas yang optimum dicapai oleh lem LAIK M43Lk pada kondisi pengepresan 100 oC sebesar 17,96 N/6 mm. Selanjutnya hasil optimum tersebut diterapkan di industri sepatu PT.Kompas Mas, kondisi menyesuaikan dengan kondisi pabrik yaitu vulkanisasi otoklaf 110o C ? 12oC, menghasilkan kuat rekat antar foksing ? kanvas = 16,763 N/mm. Hasil tersebut sedikit lebih tinggi baik dibandingkan dengan kuat rekat sepatu kanvas menggunakan lateks kebun biasa (LA) serta memenuhi persyaratan mutu SNI. 12-0172-1987 ? Sepatu Kanvas untuk Umum?. | Karet | |
159 | Penerapan Pembuatan Karet Bantalan Mesin Kendaraan Bermotor Yang Memenuhi SNI | 1998 | Dra. Supraptiningsih A. Buchori Bsc H.J. Supardal | Penelitian penerapan ini bertujuan untuk mendapatkan karet bantalan mesin kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan SNI 06 ? 1540 ? 1989 karet bantalan mesin kendaraan bermotor ?Karet bantalan mesin kendaraan bermotor dibuat dari bahan karet alam (RSS) dan karet sintetis (SBR) dengan penambahan bahan-bahan pembantu (ingredient). Kompon karet bantalan mesin dibuat dengan formula tertentu dengan memveriasikan RSS/SBR : 50/50 : 60/40 : dan 70/30 bagian serta carbon black : 70; 80 dan 90 bagian, Kompon yang didapat sebanyak 9 kompon diuji sifat fisisnya meliputi: tegangan putus, perpanjangan putus, kekerasan, pampat tetap, aging tegangan putus dan perpanjangan putus serta pengembangan volume dan berat. Perhitungan Statistik menunjukkan bahwa variasi RSS/SBR dan carbon black sangat berpengaruh pada sifat fisis yang diuji. Kompon karet yang memenuhi persyaratan SNI 06-1540-1989 yaitu kompon dengan jumlah RSS/SBR 60/40 dengan carbon black 80 bagian dibuat/diterapkan menjadi barang jadi karet bantalan mesin di Industri karet Bandung. | Karet | |
160 | Pembuatan Feed Roll Mesin Fotocopy Dari Karet | 1998 | Ir. Hadi Musthofa Pramono , B Sc Budiwiyono | Pembuatan feed roll merupakan bagian dari mesin foto copy yang sangat penting dan mudah sekali rusak sehingga perlu diganti disamping barang ini sementara masih import. Dengan pesatnya perkembangan penggunaan mesin foto copy maka kebutuhan akan suku cadang feed roll cukup banyak. Adapun feed roll mesin foto copy dibuat dengan menggunakan kompon terbaik dari 5 macam kompon yang divariasi dengan napthenic oil. Kompon yang dipakai adalah kode V, dengan kondisi proses tekanan 150 kg/cm2 , waktu 10 menit dan suhu 150o C. | Karet |