# | Judul | Tahun | Pelaksana | Abstrak | Kategori | |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | Pembuatan Acuan Sepatu Multi Toe | 2017 | Tri Kanthi Rochmadianto, S. Sn. Hardjaka, A. Md. Haris Nur Salam, A. Md., S. Pd. Ahmad Bion, A. Md. Sugiyanto, A. Md. TK. | Acuan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cetakan, dalam ilmu persepatuan adalah alat untuk mengukur bentuk sepatu. Acuan merupakan sarana penting pada proses pembuatan sepatu terutama untuk kenyamanan sepatu untuk kaki. Acuan sepatu dapat dibuat dari bahan kayu, logamdan plastik. Acuan sebagai sarana yang penting untuk pembuatan sepatu perluadanaya inovasi yang mampu memberikan nilai tambah. Dalam kegiatan ini pengembangan acuan terutama teknologi acuan sangat diperlukan untuk memberikan teknologi yang inovatif sehingga dapat diwujudkan suatu bentuk nilai tambah pada acuan tersebut. Acuan sepatu multi toe diharapkan dapat memberikan nilai tambah dengan adanya inovasi teknologi pada konstruksi acuan sepatu multi toe. Untuk itu perlu dianalisa teknologi pembuatan acuan sepatu multi toe ini , yang mana dari hasil analisa tersebut dapat digunakan sebagai dasar dapalam pembuatan acuan sepatu multi toe. | - | |
2 | Peningkatan kinerja flokulan gelatin kulit limbah melalui modifikasi dengan akrilamida untuk pengolahan limbah cair | 2016 | Ir. Sugihartono, MS Drs. Ir.Prayitno, Apt,M.Sc Sri Sutyasmi, B.Sc., ST. Noor Maryam Setyadewi, S.T., M.T. Dona Rahmawati, S.T.P. | <div align="justify">Kulit limbah pada industri penyamakan kulit merupakan masalah utama, apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan pencemaran lingkungan melalui udara, air dan tanah. Pengolahan kulit limbah menjadi gelatin merupakan upaya pemanfaatan kulit secara optimal yang memberi nilai tambah. Gelatin dapat digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk untuk pengolahan air dan air limbah. Aplikasi gelatin secara tunggal maupun kombinasi dengan flokulan lain dapat menekan derajad polutan limbah cair, namun kinerjanya masih perlu ditingkatkan. Mereaksikan gelatin dengan polimer lain yang memiliki kemampuan flokulasi tinggi sehingga menjadi flokulan hibrida, diduga mampu meningkatkan kinerja gelatin sebagai flokulan untuk pengolahan limbah cair.<br /><br /> Bahan yang digunakan untuk pembuatan flokulan hibrida terdiri atas gelatin A kulit limbah pikel sebagai back bone, akrilamida sebagai kopolimer, dan metilen bis-akrilamida sebagai crosslinker agent. Penelitian dilakukan secara bertahap yaitu pembuatan gelatin A secara in-situ, grafting atau kopolimerisasi, karakterisasi gelatin A dan flokulan hibrida, serta uji coba kinerja flokulan hibrida.<br /><br /> Pemisahan garam pada kulit pikel limbah menggunakan perbandingan air dengan kulit pikel sebesar 20 : 1 v/b, merupakan perlakuan optimum dalam memproduksi gelatin A menggunakan asam in-situ. Gelatin yang diperoleh memiliki sifat, rendemen paling tinggi yaitu 49,73%, kadar air 8,57%, abu 2,68%, protein 80,74%, lemak 0,29%, energi 358,67 kal/100g, derajat keasaman (pH) 2,92; dan serat kasar 3,01%.<br /><br /> Grafting atau cangkok silang antara gelatin A dengan akrilamid dan metilen bis-akrilamida menggunkan reaktor microwave, menghasilkan produk/material baru yang berupa gelatin-g-akrilamida. Gelatin-g-akrilamida yang memiliki daya serap air paling besar adalah yang diproses dengan komposisi gelatin 2 g : akrilamida 4 g : metilen bis-akrilamida 0,1g yaitu sebesar 484%., dan yang paling kecil adalah yang komposisinya gelatin 2 g : akrilamida 4 g : metilen bis-akrilamida 0,2g<span> </span>yaitu sebesar 254%.<br /><br /> Flokulan gelatin-g-akrilamid mampu meningkatkan kinerja flokulan gelatin dalam hal menurunkan, TDS, COD, dan<span> </span>kekeruhan limbah cair. Peningkatan kinerja terjadi pada perlakuan A3B1 (akrilamida 8 g : metilen bis-akrilamida 0,1g)<span> </span>yaitu mampu mereduksi TDS<span> </span>1,6 kali dan COD 10,6 kali lipat dari flokulan gelatin. Perlakuan A2B2 (akrilamida 6 g : metilen bis-akrilamida 0,2g) kinerjanya meningkat 98,3% dari kinerja flokulan gelatin dalam mereduksi kekeruhan limbah. Akan tetapi kinerja flokulan gelatin-g-akrilamid lebih rendah dari pada kinerja flokulan gelatin dalam hal mereduksi krom heksavalen. </div> | Limbah | |
3 | Penelitian Ekstraksi Keratin dari Limbah Buang Bulu pada Proses Penyamakan Kulit Domba | 2016 | Drs. Ir.Prayitno, Apt,M.Sc Ir. Sugihartono, MS Ir. Emiliana Kasmudjiastuti Gresy Griyanitasari, S.Pt Dona Rahmawati, S.TP | Penelitian ekstraksi keratin dari limbah penyamakan kulit domba dilakukan dengan pertama-tama mengumpulkan bahan baku bulu yang diambil dari laboratorium proses kulit di sitimulyo dan dar bulu domba hasil proses pending. Hydrolisa keratin dihidrolisa dengan perhydrol 50 5 setelah sebelumnya dibengkakan dengan basa NaOH, Larutan basa saat hidrolisa diturunkan pHnya sampai pada Ph 4 - 5 untuk mengendapkan keratin, kemudian dilakukan pengeringan pada suhu 450 C. Keratin yng diperoleh digunakan untuk pembuatan body lotion. Pengujian dilakukan terhadap kadar protein, kadar air untuk randemennya dan FTIR<span lang="fi" xml:lang="fi"></span> | Limbah | |
4 | Penggunaan Ekstrak Kolagen dari Limbah Kulit sebagai Flokulan pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit | 2015 | Ir. Sugihartono, MS Ir. Nursyamsi Sarengat Sri Sutyasmi, B.Sc., ST Dona Rahmawati, STP | <div align="justify">Penyamakan kulit basah sebanyak satu ton, akan diturunkan limbah cair ± 40 m3,limbah padat sebelum samak sebesar 350 kg (berupa kulit hasil trimming 100 kg dan fleshing 250 kg), limbah padat sesudah samak sebesar 330 kg, dan limbah bahan kimia dari prosesing sebesar 380 kg. Pengolahan limbah cair dilakukan dengan menggunakan flokulan sintetis,namun industri sering kali mengurangi perhatiannya terhadap pengolahan limbah karena biaya mahal. Flokulan sintetis dapat menyebabkan masalah kesehatan dan lingkungan serta tidak dapat diurai di alam. Oleh karenanya perlu dicari pengganti flokulan yang bersifat biodegradable, terbarukan, biaya terjangkau, aman bagi manusia dan mahluk hidup lainnya, serta memiliki aktivitas tinggi. Gelatin merupakan protein yang dapat diproses dari kulit atau kulit limbah. Penggunaan gelatin untuk pengolahan limbah cair industri penyamakan kulit belum banyak diteliti, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan gelatin sebagai koagulan-flokulan pada pengolahan limbah cair. Penelitian dilakukan secara bertahap yaitu tahap pengolahan gelatin dari kulit pikel limbah menggunakan variasi basa NaOH dan KOH masing-masing dengan konsentrasi 1 dan 2%, dan tahap uji coba gelatin untuk pengolahan limbah cair industri penyamakan kulit dengan dosis 0,02; 0,04; 0,06; 0,08 dan 0,1% dari berat limbah; tahap terakhir yaitu menggunakan gelatin terpilih dan mengkombinasikan dengan fero sulfat/tawas (gelatin dibanding fero sulfat/ tawas adalah 100:0; 75:25; 50:50; 25:75; dan 0:100) untuk pengolahan limbah, dosis berat campuran 0,08% dari berat limbah. Cara pengolahan gelatin seperti cara Sugihartono (2014) dimodifikasi pada penghilangan garam dan asam menggunakan drum berputar, volume basa untuk hidrolisis sebesar 10 kali bagian kulit, dengan waktu perendaman selama 42 jam, dan air untuk ekstraksi sebesar 5 kali bagian kulit. Perbedaan jenis dan konsentrasi basa dalam hidrolisis kolagen dapat memberikan perbedaan rendemen, kadar abu, kadar protein dan bobot molekul protein gelatin. Rendemen gelatin paling tinggi dihasilkan dari perlakuan basa NaOH 2% yaitu 46,47%, sedangkan bobot molekul tinggi dihasilkan dari perlakuan basa KOH 1dan 2%, yaitu 100 -130 dKa. Gelatin hasil dari hidrolisis kolagen menggunakan basa NaOH dan KOH dengan konsentrasi 1 dan 2% dapat digunakan sebagai koagulan-flokulan dalam pengolahan limbah industri penyamakan kulit. Memiliki pengaruh yang beragam terhadap penurunan COD, kekeruhan, kromtotal, TDS, kapasitas adsorbsi dan persen adsorbsi. Koagulan-flokulan gelatin perlakuan NaOH 2% dosis 0,08% mampu menurunkan COD sebesar 75,44%, gelatin perlakuan KOH 1% dosis 0,06% mampu menurunkan kandungan krom total 79,26%,gelatin perlakuan NaOH 1% dosis 0,1% mampu menurunkan kekeruhan sampai 90,49% serta gelatin perlakuan KOH 1% dosis 0,08% mampu mengadsorbsi polutan terlarut sampai 15,25%. Kombinasi gelatin dengan ferosulfat/tawas saling menguatkan dalam penurunan kadar krom total dan penurunan kekeruhan limbah yang diolah. Penggunaan gelatin secara tunggal maupun kombinasi dengan fero sulfat atau tawas dapat menekan derajad polutan limbah cair industri pengolahan kulit, walaupun hasil olahannya belum memenuhi Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 5 Tahun 2014.</div> | Limbah | |
5 | Penelitian Pengelolaan Limbah Cair Industri Karet Brown Crepe | 2016 | Sri Sutyasmi, B.Sc., S.T. Ir. Nursamsi Sarengat Rambat,S.Si, M.Sc Ike Setyorini, S.T. | <div align="justify">Industri karet brown crepe umumnya belum ada pengolahan limbah cair atau ada pengolahan limbah namun tidak berfungsi karena hanya lewat, padahal masih sangat kotor dan bau. Karakteristik limbah cair brown crepe menunjukkan bahwa limbah cair brown crepe masih perlu pengelolaan yang benar agar memenuhi baku mutu. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi problem IPAL yang belum memadai/belum ada sehingga dapat dibuat contoh IPAL yang berfungsi secara efektif di Industri karet brown crepe sehingga dapat mengurangi dampak pencemaran limbah cair brown crepe. Percobaan yang dilakukan di laboratorium ada 3 yaitu percobaan 1 menggunakan cara pengendapan dengan alum dan polielectrolyte dilanjutkan dengan absorbsi arang tempurung kelapa, Percobaan 2 menggunakan sand filter (saringan pasir dengan absorben arang tempurung kelapa, carbon aktif dan zeolit. Percobaan 3 kombinasi dari percobaan 1 dan percobaan 2. Prototipe IPAL dibuat berdasarkan percobaan sebelumnya yang dilaksanakan di labotratorium.<span> </span>Hasil uji coba prototite IPAL brown crepe menunjukkan hasil yang memenuhi baku mutu kecuali pada parameter COD masih sedikit di atas baku mutu yang dipersyaratkan. </div> | Limbah | |
6 | RANCANG BANGUN KOLOM ADSORPSI UNTUK EFFLUENT IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN ADSORBEN ABU TERBANG BAGAS | 2013 | Sri Waskito, B.Sc., SE Riahastiwi Setiya Murti, S.Si Christiana Maria Herry Purwanti, ST R. Jaka Susila, B.Sc, ST | <p class="MsoNormal"><span>Perekayasaan alat ini bertujuan untuk membuat unit kolom adsorpsi pada proses tersier IPAL industry penyamakan kulit untuk menurunkan kadar amoniak. Perancangan ini menggunakan 4 (empat) kolom adsorbsi yang masing-masing berisi material penyerap polutan yang terdiri dari zeolite, arang batok kelapa dan abu terbang bagas. Adapun kolom yang dibuat mempunyai spesifikasi sebagai berikut : Tinggi kolom = 150 cm, diameter kolom 30,48 cm, material pralon P VC, tipe kolom portabel, effluent IPL NH<sub>3</sub> = 10-35 mg/L NH<sub>3</sub>. Uji kinerja telah dilakukan dengan pengecekan kebocoran dan pengaturan debit 6 liter/menit dan 4 liter/menit. Kegiatan rancang bangun kolom adsorpsi untuk effluent IPAL Industri penyamakan kulit menggunakan abu terbang bagas telah menghasilkan 1 (satu) unit kolom adsorpsi yang mampu mereduksi warna limbah dari coklat kehijauan menjadi bening tidak berwarna. Efisiensi total kolom adsorpsi didapat 98,04%. <br /></span></p> | Limbah | |
7 | PENELITIAN PENGGUNAAN KEMBALI AIR LIMBAH TEROLAH IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DENGAN SISTEM WET LAND DAN ABSORBSI | 2012 | Heru Budi Santoso, SE Widodo Wahono, AMD | Industri penyamakan kulit menghasilkan air limbah yang sangat potensial mencemari lingkungan, sedangkan penggunaan air di industri penyamakan kulit sangat besar, yaitu kira-kira 45 m³ tiap ton kulit yang disamak. Sedangkan air limbah yang keluar sekitar 40 m³. Tujuan dari penelitian ini adalah memperbaiki kwalitas air limbah kulit dengan membuat bak saringan pasir dan simulasi di laboraturium agar air limbah terolah bisa digunakan kembali untuk proses penyamakan kulit sehingga dapat mengurangi penggunaan sumber daya air (SDA) dan mengatasi kekurangan air dimusim kemarau. Dari hasil uji air limbah yang sudah terolah manggunakan wetland dan absorbsi mempunyai kadar BOD, COD dan TSS sebesar 10,32mg/l, 409 mg/l dan 145 mg/l. Untuk itu air limbah terolah tersebut bisa digunakan untuk menyamak dengan terlebih dahulu diuji sesuai SNI 06-0649-1989 yaitu mengenai persyaratan air untuk penyamakan kulit. Hasil uji nyata nya adalah sebagai berikut: kesadahan jumlah: 0,0488°D, kadar besi: 2, 6704 mg/l NaCL: 2,2980 mg/l, bilangan permanganate: 4,8 mg/l, kekeruhan: 69,2 pH: dari 7,5. Dari hasil uji tersebut yang tidak memenuhi SNI 06-0649-1989 hanyalah kekeruhan yang dipersyaratkan adalah 50 mg/l, sehingga air limbah terolah bisa digunakan untuk penyamakan kembali. Hasil uji Kulit glace tersamak hampir semuanya memenuhi SNI hanya kadar abu dan kemuluran pada konsentrasi air limbah 0%, 25% dan 75% | Limbah | |
8 | VERMIKOMPOSTING DARI LIMBAH FLESHING MENGGUNAKAN CACING TANAH ESENIA FOETIDA | 2012 | Ir. Suliestiyah Wiryodiningrat, MM Prayitna SE Dwi Ningsih, ST | Telah dilakukan penelitian untuk memanfaatkan limbah sisa fleshing dari proses penyamakan kulit untuk membuat kompos menggunakan cacing tanah. Penelitian ini dilakukan dengan dengan membuat kompos sebagai media pertumbuhan cacing tanah Esenia Foetida yang terdiri dari campurann kotoran sapi, sisa fleshing dan potongan jerami. Perbandingan antara kotoran sapi dengan limbah fleshing adalah sebagai berikut: 100:0; 90:10; 80:20; 70:30; 60:40; dan 50:50. Fermentasi kompos dilakukan selama 3 minggu dan inkubasi untuk cacing dilakukan 6 minggu. Parameter yang diamati meliputi Nilai Keambanan Media; Bobot Cacing, C, N dan C/N ratio. Hasil percobaan menunjukan nilai keambanan media akan menurut dengan bertambahnya limbah fleshing yang ditambahkan, berturut-turut mulai dari tanpa penambahan sisa fleshing sampai penambahan dengan perbandingan 50:50 adalah sebagai berikut: 1.66 cm³/gr, 1.66 cm³/gr, 1.64 cm³/gr, 1.53 cm³/gr, 1.39 cm³/gr dan 1.31 cm³/gr. Sedangkan bobot cacing meningkat pada perlakuan dengan 60:40; dan 50:50 pada 2 minggu inkubasi sebagai berikut dari 30.9934 gr menjadi 57.4899 gr dan dari 25.6229 gr menjadi 48.4011 gr sedangkan C/N ratio hingga dibawah 15 dicapai setelah inkubasi 2 minggu. Ift optimum diperoleh pada perlakuan dengan perbandingan kotoran sapi dengan fleshing 60:40 | Limbah | |
9 | LAPORAN PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI PENANGGULANGAN PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT | 1993 | Bambang Oetojo, B.Sc., Dra. Sri Mulati, Drs. Ign. Sunaryo, Ir. Pudji Ediari S, Ir. Meiyanti, Ir. V. Sri Pertiwi Rumiyati, Sardjana | <div align="justify"><span style="font-size:12pt;line-height:115%;font-family:'Times New Roman', serif;">Pengkajian pengembangan alternative teknologi penanggulangan pencemaran limbah industri penyamakan kulit bertujuan untuk membantu industry kecil penyamakan kulit dalam menanggulangi masalah limbah dengan teknik pengoperasian yang memungkinkan untuk diterapkan dalam memenuhi persyaratan baku mutu limbah yang berlaku, sehingga tercipta sentra industry kecil penyamakan kulit yang berwawasan lingkungan. Adapun sasaran pengkajian meliputi sentra penyamakan kulit di Sukaregang (Garut), lingkungan industri kecil di Magetan dan sentra penyamakan kulit di Masin(Batang). Pengkajian dilaksanakan dengan cara pendataan di lapangan, pengamblan contoh limbah, analisa limbah, evaluasi hasil pengkajian dan menentukan alternatif penanggulangan pencemaran disetiap lokasi, arti praktis dari pengkajian adalah perlu adanya pembinaan dan penyuluhan terhadap industry penyamakan kulit tentang industry yang berwawasan lingkungan. Unit pengolahan air limbah dibangun dengan system pengolahan primer dan sekunder. Sedang yang telah ada perlu diaktifkan. </span></div> | Limbah | |
10 | Daur Ulang Limbah Cair Terolah Industri Penyamakan Kulit dengan Metoda Wetland | 2011 | Drs. Ir. Prayitno Apt, MSc., Drs. Ign. Sunaryo, | Telah dilakukan penelitian untuk mengolah limbah cair terolah industry penyamakan kulit dengan metode wetland. Penelitian ini dilakukan dengan membangun dua buah taman tanaman air yang masing –masing memiliki dimensi yang sama, yaitu : ( panjang x lebar x dalam) adalah (3 x 1 x 1) m3 atau identik dengan volume sekitar 3 m3. Media pengisi taman tanaman air dibuat sam yaitu lapisan paling bawah koral diameter ± 10 cm dengan ketebalan 0,3 m, lapisan 2 kerikil dengan diameter ± 3 cm ketebalan 0,3 m dan lapisan ijuk dengan ketebalan ± 10 cm dan lapisan paling atas berupa pasir dengan ketebalan 0,3 m, system aliran menggunakan system upflow. Tanaman yang digunakan adlah bamboo air ( equisetum hyemale), dan melati air ( Echinodorus palaefolius var, Latifolius) perlakuan operasional dengan memvariasi debit aliran masing untuk bamboo air 0,72d0; 1,080 dan 1,440 m3/d sedangkan untuk tanaman air 0,432; 0,576 dan 1,440 m3/d, efektivitas kerja wetland diukur dengan penurunan kadar BOD, COD dan N-Amonia, TSS, S dan Khrom. Pda kondisi terahir untuk mengetahui efektivitas penggunaan limbah yang telah diolah dengan wetland dilakukan untuk menyamak kulit dan dilihat kualitasnya dari kulit samak yang dihasilkan untuk jaket dengan kekuatan tarik dan kemuluran serta kandungan khrom oksida. | Limbah | |
11 | PENANGANAN GAS BUANG PADA INDUSTRI BAN | 1996 | Ir. Kusumo Retno Winahyu M. Sri Wahyu B. SC Sofyan Karani B. Sc | <p class="MsoNormal" style="line-height:normal;"><span style="font-size:12pt;font-family:'Times New Roman';">Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas gas buang industri ban, penelitian di laksanakan pada dua pabrik ban dengan pengambilan contoh di tiga titik sampling yaitu; ruang udara ambient, ruang proses produksi (udara emisi) dan ruang penyimpanan bahan baku (gudang bahan baku). Parameter yang dianalisa adalah: oksidan, sulfur dioksida, hidrogen disufida, nitrogen dioksida, ammonia, debu dan kebisingan. Hasil penelitian pada udara ambient menunjukan bahwa analisa oksidan adalah 0,4144 ppm dan 1,6235 ppm > 0,1 ppm syarat baku mutu dan kebisingan adalah 73,0 dBA dan 81,0 dBA > 70 dBA syarat baku mutu, sedangkan hidrogen disulfida, nitrogen dioksida, ammonia dan debu memenuhi syarat baku mutu. Hasil penelitian pada udara ruang proses produksi menunjukan bahwa analisa oksidan adalah 0,3418 ppm dan 1,4670 ppm > 0,1 ppm syarat baku mutu<span> </span>sedangkan hidrogen disulfide, nitrogen dioksida, amonia debu dan kebisingan memenuhi syarat baku mutu. Hasil penelitian pada udara ruang bahan baku menunjukan bahwa analisa oksidan adalah 0,8840 ppm > 0,1 ppm syarat baku mutu, ammonia adalah 18,118 ppm dan 16,521 ppm > 2,0 syarat baku mutu, debu adalah 1,6880 mg/m</span><span></span><span style="font-size:12pt;font-family:'Times New Roman';"><span> </span>syarat baku mutu dan kebisingan adalah 81 dBA dan75 dBA > 70 dBA syarat baku mutu, sedangkan hidrogen disulfida dan nitrogen dioksida memenuhi syarat baku mutu. untuk parameter sulfur dioksida semua titik sampling tudak terdeteksi.</span></p> | Limbah | |
12 | PENANGANAN GAS BUANG PADA INDUSTRI BAN | 1996 | Ir. Kusumo Retno Winahyu M. Sri Wahyu B. Sc Sofyan Karani B.Sc | Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas gas buang industri ban, penelitian di laksanakan pada dua pabrik ban dengan pengambilan contoh di tiga titik sampling yaitu; ruang udara ambient, ruang proses produksi (udara emisi) dan ruang penyimpanan bahan baku (gudang bahan baku). Parameter yang dianalisa adalah: oksidan, sulfur dioksida, hidrogen disufida, nitrogen dioksida, ammonia, debu dan kebisingan. Hasil penelitian pada udara ambient menunjukan bahwa analisa oksidan adalah 0,4144 ppm dan 1,6235 ppm > 0,1 ppm syarat baku mutu dan kebisingan adalah 73,0 dBA dan 81,0 dBA > 70 dBA syarat baku mutu, sedangkan hidrogen disulfida, nitrogen dioksida, ammonia dan debu memenuhi syarat baku mutu. Hasil penelitian pada udara ruang proses produksi menunjukan bahwa analisa oksidan adalah 0,3418 ppm dan 1,4670 ppm > 0,1 ppm syarat baku mutu sedangkan hidrogen disulfide, nitrogen dioksida, amonia debu dan kebisingan memenuhi syarat baku mutu. Hasil penelitian pada udara ruang bahan baku menunjukan bahwa analisa oksidan adalah 0,8840 ppm > 0,1 ppm syarat baku mutu, ammonia adalah 18,118 ppm dan 16,521 ppm > 2,0 syarat baku mutu, debu adalah 1,6880 mg/m syarat baku mutu dan kebisingan adalah 81 dBA dan75 dBA > 70 dBA syarat baku mutu, sedangkan hidrogen disulfida dan nitrogen dioksida memenuhi syarat baku mutu. Untuk parameter sulfur dioksida semua titik sampling tidak terdeteksi. | Limbah | |
13 | Komposit Polimer Dari Sampah Styrofoam Dengan Cocodust (Lanjutan) | 2010 | Ir. Dwi Wahini Nurhajati, M.Eng Ihda Novia Indrajati, MT Sismaryanto, B.Sc Christiana Maria, ST | Penelitian pembuatan komposit polimer dari sampah Styrofoam dengan cocodust yang merupakan lanjutan dari kegiatan penelitian pada tahun 2009 mempunyai tujuan mempelajari pengaruh DOP dan compatibilizer terhadap sifat fisis komposit serta melihat perubahan sifat fisis setelah diuji diodegradasi dengan dipendam di dalam tanah. Komposisi komposit yang dibuat pada penelitian adalah styrofoam/ cocodust 50/50 bagian (cocodust lolos 50 mesh), sebagai pemlastis digunakan dioctyl phthalate (DOP) sebanyak 10% berat bahan baku, antioksidan 1% berat bahan baku, asam stearat sebagai pelumas 0,4% berat bahan baku, inisiator dicumyl peroxide (DCP) sebanyak 0,1% berat bahan baku dan heat stabilizer 1% berat bahan baku dan compatibilizer 5% berat bahan baku. Pada kegiatan ini dibuat komposit dengan variasi jenis compatibilizer, yaitu maleat anhidrid dan asam stearat. Komposit yang dihasilkan dilakukan pengujian terhadap sifat fisis, kondisi morfologi komposit, karakterisasi gugus fungsi dan biodegradasibilitasnya. Pengujian sifat fisis komposit terdiri dari kuat tarik dan kemuluran, kekerasan, dan kestabilan ukuran. Hasil pengujian sifat fisis dan biodegradasibilitas ini dibandingkan dengan komposit yang telah diperoleh pada penelitian sebelumnya (tahun 2009) dan komposit sejenis yang ada di pasaran. Pengujian kondisi morfologis komposit dengan scanning electron microscopy (SEM) menunjukkan telah terbentuk campuran yang lebih homogeny antara styrofoam dan cocodust dan hasil yang lebih baik ditunjukkan oleh komposit dengan compatibilizer MA. Karakterisasi gugus fungsi melalui FTIR menunjukkan hasil munculnya puncak baru pada transmitansi 1728 cm^(-1) yang dibentuk dari reaksi esterifikasi dari gugus OH dalam cocodust. Sifat fisis komposit menunjukkan hasil yang lebih baik dan adanya penambahan DOP membuat komposit yang dihasilkan tidak rapuh, sehingga dapat dicetak menjadi barang teknis. Uji biodegradasi berdasar ASTM D 2017 menunjukkan hasil bahwa komposit hasil penelitian tahun ini lebih mudah degradasi oleh mikrobia dibandingkan dengan komposit pasaran. | Limbah | |
14 | Pemanfaatan Krom Hasil Hidrolisa Krom Shaving Dengan Alkali Untuk Penyamakan Kulit | 2010 | Sri Sutyasmi, B Sc, ST Dra Supraptiningsih, MSi Joko Susila, B.Sc, ST Agustin Suraswati BE | Limbah padat pada kulit khususnya limbah shaving di industri penyamakan kulit sangat bermasalah, sulit ditangani. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk penanganan limbah shaving ini, namun belum semua termanfaatkan. Penelitian mengenai hidrolisa krom shaving yang menggunakan alkali, asam maupun enzim telah dilakukan di tahun 2008, sedangkan pemanfaatan hidolisa krom shaving belum dimanfaatkan. Untuk itu tahun 2010 memanfaatkan krom hasil hidrolisa dengan alkali untuk penyamakan kulit. Alkali yang digunakan untuk hidrolisa krom shaving ini adalah NaOH, dengan variasi 1%, 2% dan 3% dalam air 10 Liter dan limbah shaving 30 kg serta waktu hidrolisa 1 jam, suhu 100 oC. Hasil Hidrolisa Kemudian dipisahkan antara krom dan protein kolagen yang ada dalam limbah shaving dengan cara penyaringan. Lumpur krom yang tersisa di saringan selanjutnya di recovery dengan menggunakan asam sulfat pekat sampai larut, kemudian di uji kadar Cr2O3 hasilnya 11 mg/l. Selanjutnya larutan krom sulfat digunakan untuk menyamak kulit dengan variasi 0, 30, 40, 50, 60, 70 dan 100 % dan kadar Krom (Cr2O3) yang digunakan untuk menyamak kulit glace jumlahnya 8%. Hasil analisa kulit glace baik yang menggunakan krom olahan maupun krom asli (Chromosal B) memenuhi SNI -250-1989 kecuali kemuluran dan kadar abu. Pemakaian krom olahan ini dapat menghemat krom sebesar 144 kg/tahun atau Rp. 5.760.000,-. | Limbah | |
15 | Pemanfaatan Serbuk Kulit Untuk Pembuatan Batu Bata Dan Batako | 1998 | Ir.Susilawati Hernadi Surip. Bsc | Dalam proses penyamakan kulit dihasilkan bermacam-macam limbah diantaranya limbah shaving dan buffing 20 ? 30 kg/ton kulit awet garaman. Penanganan limbah sampai saat ini hanya dibuang ke TPA dengan biaya rata-rata Rp 150,-/feet kulit yang dihasilkan. Penelitian pemanfaatan limbah industri penyamakan kulit untuk batu-bata dan batako dilaksanakan di DIY dengan bahan baku tanah liat dan limbah shaving + buffing berasal dari DKI, Jabar, Jateng, D.I.Yogyakarta dan Jatim. Pengujian fisis dan organoleptis dengan parameter SII 0281-78 untuk batako dan SII 0285 -80 untuk batu bata. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua masuk kelas 25 kg/cm2 dan sifat unggulnya adalah lebih ringan kurang lebih 15 % dari batu bata biasa, jenis limbah tidak berpengaruh,,sedangkan jenis tanah liat dan cara proses sangat berpengaruh. Penerapan hasil penelitian dilaksanakan pada perajin batu-bata di daerah Jogonalan Kab. Klaten. Hasil uji batu bata penerapan menunjukkan angka kuat tekan terbaik yaitu 34,1540 kg/cm dan semuanya masuk dalam kelas 25 kg/cm2. Untuk dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan bahan batu bata, formulasi terbaik adalah 8 (delapan) bagian tanah liat dan 2 (dua) bagian limbah, sedangkan rata-rata yang ada dipasaran dibawah 20 kg/cm2. Formulasi terbaik untuk batako adalah satu bagian semen, delapan bagian pasir dan satu bagian limbah. Hasil uji kuat tekan batako rata-rata 19,5690 kg/cm2, sedangkan hasil uji rata-rata batako dipasaran 17 ? 20 kg/cm2 dan sifat unggulannya adalah tidak langsung hancur bila terkena benturan. | Limbah | |
16 | Pengolahan Lanjut Limbah Cair Industri Lateks Pekat dengan Sistem Adsorbsi | 2015 | Ir. Nursamsi Sarengat Drs. Ir. Prayitno, Apt, M.Sc. Ir. Sugihartono, MS Ike Setyorini, ST | <div align="justify">Industri lateks pekat adalah industri yang mengolah lateks kebun menjadi lateks pekat. Pada proses pengolahannya industri lateks pekat menghasilkan limbah cair. Industri latekspekat sudah memiliki instalasi pengolahan limbah cair (IPAL) yang terdiri dari rubber trap 1, rubber trap 2, kolam anaerob dan aerob, namun limbah cair yang dihasilkan masih belum memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh daerah yaitu Perda Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012. Penelitian ini bertujuan menurunkan nilai BOD, COD, TSS dan amoniak sehingga mengurangi dampak lingkungan serta mengatasi problem IPAL yang belum berfungsi efektif dengan menambahkan sistem adsorbsi pada akhir proses. Dilakukan penelitian skala laboratorium dengan penggunaan berbagai jenis dan variasi adsorber. Penerapan prototipe dilakukan di IPAL pabrik lateks pekat menggunakan kombinasi adsorber sabut kelapa, sekam bakar, abu terbang bagas, arang, dan zeolit dapat menurunkan nilai COD 36,79 –39,83 %, BOD 46,23 –48,98 %, amoniak 35,99 –40,04 %, dan TSS 76,30 –77,39 %. </div> | Kimia | |
17 | PEMBUATAN SISTEM INFORMASI PROSES BBKKP | 2013 | Ir. Zakiyudin, MA. Ir. V. Sri Pertiwi Rumiyati MP. Sita Azizah Wahyuni, S.T. Rambat, S.Si Subandriyo, S.E Agung Nugroho Supramono, A.Md Noor Relawati MS Indiyatsih, A.Md. Suraji | <p class="MsoNormal">Pembuatan Sistem Informasi Proses BBKKP yang difokuskan pada pembuatan System Informasi Manajemen (SIM), bertujuan membangun Informasi Manajemen (SIM). SIM merupakan pintu utama sebuah rumah bagi semua system informasi internal di BBKKP guna menuju era <em>One Gate Information System</em> di internal BBKKP. Semua system informasi internal BBKKP akan masuk ke dalam SIM sehingga dengan sekali <em>log in</em> di SIM, user bisa mengakses ke semua system informasi sesuai dengan hak aksesnya. Pengembangan SIM meliputi Sistem Informasi Laboraturium (SIL), Sistem Informasi Sertifikasi SMM ISO 9001 oleh LSSMM YOQA (SIS-YOQA), terdiri atas 2 (dua) kegiatan, yakni pembuatan basis data user untuk proses <em>login</em> dan proses integrasi dengan semua system informasi, serta pembuatan tampilan (<em>layout</em>) atau antarmuka (<em>interface</em>) dari SIM yang menyajikan data dan informasi dari setiap system informasi.<span></span></p> | Sistem Informasi | |
18 | Rekayasa Mesin Pengikis Mutiara Kulit Ikan Pari untuk pembuatan barang jadi kulit | 2017 | R. Jaka Susila | Karena kulit ikan pari keras sehingga di[perlukan mesin jahit yang kuat.Untuk memuadahkan proses penjahitan perlu dilakukan pengikisan u tuk menghilangkanbutiran mutiara pada bagian yang akan di jahit. Saat ini belum ada peralatan yang sesuai untuk menghilangkan butiran mutiara kulit ikan pari sehingga pengrajin menghadapi kendala pada waktu menjahit kulit ikan pari. Pengrajin mencoba untuk menghilangkan butiran mutiara kulit ikan pari secara manual akan tetapi hasilnya kurang sem[purna dan membutuhkan waktu yang lam. Rekayasa Mesin Pengikis Mutiara kulit ikan pari untuk pembuatan barang jadi kulittelah menghasilkan satu unit prototipe mesin pengikis mutiara kulit ikan pari dengan motor listrik 1 phase, daya total 1170 watt dapat mengikis mutiara kulit ikan pari sehingga dapat di jahit saat akan dibuat barabg jadi kulit. Pengikisan dapat dilakukan dengan arah lurus dan melengkung berlawanan arah jarum jam (arah cembung) | Rekayasa | |
19 | Rekayasa alat peregang (stretcher) sepatu | 2016 | Tri Rahayu Setyo Utami, M.Eng Supriyadi, SE Ismail Umamit, A.Md Syaiful Harjanto, ST | <div align="justify">Sepatu adalah alat untuk menutupi atau sebagai alas kakiyang terbuat dari kulit maupun kain. Variabel yang menentukan kenyamanan pemakaian sepatu adalah lingkar gemur, lingkar gemuk, dan lingkar tumit. Jika ukuran ketiga lingkar ini sesuai dengan ukuran pemakai maka sepatu nyaman dipakai. Kulit mempunyai sifat lentur sehingga kulit atasan sepatu bisa diregangkan/ dilonggarkan sampai ukuran lingkar gemur, gemuk dan tumit sesuai ukuran lingkar pengguna dengan menggunakan alat peregang (<em>stretcher</em>) sepatu. Alat peregang (<em>stretcher</em>) sepatu yang ada di Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) tidak dilengkapi dengan indikator pengukuran sehingga peregangan yang dilakukan tidak terukur. Hal ini menyebabkan proses peregangan terkadang tidak sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan rekayasa alat peregang (<em>stretcher</em>) sepatu untuk penyempurnaan alat yang sudah ada.<br /><br /> Rekayasa Alat Peregang (<em>stretcher</em>) Sepatu telah menghasilkan satu unit prototype alat peregang sepatu mekanis tanpa pemanas dengan spesifikasi jumlah pergang dua (kanan dan kiri), ukuran acuan peregang untuk sepatu laki-laki dan wanita ukuran 36 s.d 42, dilengkapi fitur tambahan berupa tiang alat bantu pengopenan (<em>lasting</em>). </div> | Rekayasa | |
20 | Rekayasa Alat Pencacah Kulit untuk Persiapan Contoh Uji Kimiawi | 2015 | R. Jaka Susila, B.Sc., ST Drs. Sugeng Tri Rahayu Setyo Utami, M.Eng Ismail Umamit, A.Md Suparti, A.Md Syaiful Harjanto, ST | <p align="justify" style="margin-top:0in;margin-right:0in;margin-bottom:.0001pt;margin-left:21pt;text-align:justify;line-height:111%;" class="MsoNormal"><span>Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 4044:2013 menetapkan metode persiapan contoh uji kulit untuk analisis kimiawi dan berlaku untuk semua jenis kulit. Sesuai SNI ISO 4044:2013 untuk proses persiapan contoh uji kimiawi kulit digiling dalam alat pencacah untuk membentuk kulit giling atau “serbuk persiapan kulit”contoh uji yang dilakukan secara manual menggunakan cutter/pisau dan gunting bisa memerlukan waktu sekitar 2-3 jam/contoh uji. Kegiatan rekayasa bertujuan untuk membuat rancang bangun dan perekayasaan mesin pencacah kulit untuk persiapan contoh uji kimiawi. </span></p> <p align="justify" style="margin-bottom:.0001pt;line-height:3pt;" class="MsoNormal"><span> </span></p> <p align="justify" style="margin-top:0in;margin-right:0in;margin-bottom:.0001pt;margin-left:21pt;text-align:justify;line-height:110%;" class="MsoNormal"><span>Pada kegiatan rekayasa ini telah dibuat satu unit alat pencacah kulit untuk persiapan contoh uji kimiawi dengan dua kali pemotongan, pemotongan awal dengan sistem pemotong susunan pisau disk dan pemotongan kedua oleh susunan pisau planar. Sistem penggerak menggunakan motor 1 phase, 1 HP. Uji coba alat dilakukan dengan bahan kulit ikan nila tebal 0,46 mm; kulit sapi tebal 1,55 mm; kulit atasan sepatu PDL tebal 2,4 mm. </span></p> | Rekayasa |